Ikuti Kami

Tiket Pesawat Ke Luar Negeri Lebih Murah Karena Difasilitasi Negara

Foto Gunung Fuji, Menara Eiffel, Big Ben, dan Patung Liberty, Didapat dari Memeras

Tiket Pesawat Ke Luar Negeri Lebih Murah Karena Difasilitasi Negara
Anggota Komisi VI DPR RI dari , Darmadi Durianto. 

Jakarta, Gesuri.id - Telah lama terdapat keluhan dari konsumen, mengenai mahalnya harga tiket pesawat untuk berpergian dengan destinasi domestik. Sedangkan untuk destinasi luar negeri, harga tiket relatif lebih murah. 

Hal tersebut ternyata tidak terlepas dari perlakuan negara yang mendukung tiket pesawat untuk destinasi luar negeri. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2012 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Angkutan Udara Luar Negeri secara jelas memberikan dukungan.

Pasal 1 beleid tersebut pada ayat 1 menyatakan bahwa “Penyerahan avtur kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional untuk keperluan angkutan udara luar negeri diberikan fasilitas berupa tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.” 

Penjelasan dari pasal 1, “Yang dimaksud dengan “angkutan udara luar negeri” adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya.”

Baca: Ganjar Sebut Kritik Prabowo yang Maafkan Koruptor 

“Yang dimaksud dengan “badan usaha angkutan udara niaga nasional” adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.”

Hal tersebut juga telah dikonfirmasi oleh eks Dirut Garuda Indonesia yang menyatakan bahwa avtur untuk penerbangan luar negeri tidak dikenakan PPN. Sedangkan avtur untuk penerbangan domestik, justru dikenakan PPN. 

Pada realisasi APBN sendiri, ketika dicek dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2023 yang telah diaudit, benar saja terdapat pos untuk fasilitas PPN, yakni PPN yang tidak dipungut. 

LKPP 2023 Audited mencatat bahwa Per 31 Desember 2023, PPN yang tidak dipungut untuk avtur angkutan udara luar negeri adalah sebesar lebih dari 647 miliar rupiah. Fantastis bukan?

Artinya, salah satu komponen biaya untuk tiket pesawat luar negeri sebesar lebih dari 647 miliar rupiah digendong bersama-sama oleh seluruh rakyat. Seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin ini bisa terus terjadi?

Mustinya, pemerintah dapat melakukan evaluasi menyeluruh untuk struktur biaya tiket pesawat. Sehingga dapat lebih berpihak ke rakyat kebanyakan, bukan hanya kepada segelintir kelompok saja, khususnya yang berpergian ke luar negeri.

Sehingga janji harga tiket pesawat murah, agar permanen (bukan murah sementara), dapat benar-benar terlaksana.

Setiap hari di media, di gedung pemerintah, juga di berbagai forum dibahas mengenai efektifitas atau ketepatsasaranan program perlindungan sosial. Mustinya, fasilitas PPN semacam ini juga harus dievaluasi. Apakah benar-benar membantu seluruh rakyat?

Dilihat dari aspek keperluan perputaran ekonomi dalam hal pariwisata misalnya. Mustinya tiket pesawat untuk destinasi domestik, perlu untuk didukung oleh pemerintah. Karena manfaat ekonominya berputar di dalam negeri.

Kita seharusnya belajar dari Covid-19. Bahwa wisatawan mancanegara, akan sangat rentan dengan kondisi-kondisi yang khusus seperti pandemi. Wisatawan mancanegara, akan sangat bergantung dari regulasi negara asal mereka. 

Berbeda dengan wisatawan domestik kita. Kita sendiri yang mengatur regulasi untuk wisatawan domestik. Sehingga ketika terdapat persoalan seperti pandemi, harapan yang ada hanya bersandar pada wisatawan domestik.

Terbukti, data dari BPS menunjukkan bahwa wisatawan mancenegara belum sepenuhnya pulih pasca pandemi. Pada 2019, terdapat 16,1 juta wisatawan mancanegara. Untuk periode Januari – November 2019 mencapai 14,7 juta. Sedangkan untuk 2023, baru mencapai 11,6 juta. Lalu pada periode Januari – November 2024 juga hanya mampu mencapai 12,6 juta.

Artinya, dari sisi wisatawan mancanegara untuk kembali pada titik 2019 saja, kita belum mampu. Sehingga harapan besar, tertumpu kepada wisatawan domestik. Dan sudah sepantasnya pemerintah mengevaluasi kebijakan PPN untuk avtur angkutan udara luar negeri. Dan memberi dukungan kepada penerbangan dengan tujuan dalam negeri.

Ingat, kita sudah memiliki 10 destinasi wisata prioritas, yang di antaranya adalah Mandalika di Nusa Tenggara Barat; Pulau Morotai di Maluku Utara; Tanjung Kelayang di Kepualauan Bangka Belitung; Danau Toba di Sumatera Utara; Wakatobi di Sulawesi Tenggara; Borobudur di Jawa Tengah; Kepulauan Seribu di DKI Jakarta; Tanjung Lesung di Banten; Bromo di Jawa Timur; dan Labuan Baji di Nusa Tenggara Timur. 

Ke destinasi-destinasi itulah seharusnya fasilitas PPN diarahkan. Bukan semata ke luar negeri. Yang dampaknya adalah kebanggaan yang berlebih ketika bisa berlibur ke luar negeri. Padahal tiketnya “disubsidi” oleh seluruh rakyat.

Sudah saatnya, pajak yang dipungut dari rakyat, dikembalikan kepada rakyat. Pajak dari rakyat, bukan untuk “mensubsidi” foto gunung fuji di Jepang, Menara Eiffel di Perancis, Big Ben di Inggris, atau patung Liberty di Amerika Serikat. 

Baca: Ganjar Pranowo Hadirkan Pendekatan Yang Berbeda ke Masyarakat

Pajak untuk rakyat, baru pantas jika untuk “membiayai” foto di seluruh keindahan alam, keramahan penduduk, dan kearifan budaya dari seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dan mengubah itu semua, bukanlah suatu perkara yang sukar. Mengingat posisi politik koalisi dominan. Tingkat kepercayaan dari masyarakat sedang tinggi-tingginya. Sehingga hanya perlu “sekelebat mata” untuk mengalihkan uang ratusan miliar dari menguap ke luar negeri, menjadi menyejukkan di dalam negeri.

Dan dalam jangka panjang, segera evaluasi seluruh pos yang disebut sebagai fasilitas dan insentif dalam APBN. Karena kelas menengah kita telah ambrol dan menjadi rentan miskin. Sehingga APBN, tidak boleh bocor ke luar negeri, dan harus menyokong daya beli rakyat, juga kelas menengah, untuk merah putih!

Oleh: Anggota Komisi VI DPR RI dari , Darmadi Durianto.

Quote