Ikuti Kami

Bung Karno Dilengserkan karena Isu Nuklir untuk Bantu Palestina Lawan Israel

Bung Karno tegas, selama Palestina belum merdeka, Indonesia tidak akan mengakui Israel

Bung Karno Dilengserkan karena Isu Nuklir untuk Bantu Palestina Lawan Israel
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat pidato pembukaan Peringatan Hari Santri Nasional 2025 - Foto: Dokumentasi DPP PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa kejatuhan Presiden Soekarno bukan semata-mata karena faktor politik dalam negeri, melainkan akibat konspirasi Barat yang khawatir terhadap keberanian Indonesia di bawah Bung Karno dalam menentang imperialisme barat, membela bangsa-bangsa tertindas, dan mengembangkan kekuatan nuklir nasional.

Pernyataan itu disampaikan Hasto dalam Peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang digelar DPP PDI Perjuangan di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/10).

Menurut Hasto, semangat perjuangan Bung Karno sangat dipengaruhi oleh Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, yang menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan adalah bagian dari jihad fi sabilillah. 

“Semangat jihad kebangsaan itu kemudian diterjemahkan Bung Karno dalam panggung internasional melalui politik luar negeri bebas aktif dan perjuangan melawan imperialisme,” ujarnya.

Puncaknya, Bung Karno memprakarsai Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 yang melahirkan solidaritas antara negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika, termasuk banyak negara mayoritas Muslim. Konferensi itu melahirkan Spirit Bandung dan menjadi landasan lahirnya Gerakan Non-Blok, yang menolak hegemoni Blok Barat maupun Blok Timur.

“Dunia Islam saat itu banyak berada di Asia-Afrika. Karena itu, KAA dan Gerakan Non-Blok menjadi simbol perlawanan umat Islam dunia terhadap neo-imperialisme dan neo-kolonialisme,” jelas Hasto.

Dalam konteks itu pula, Bung Karno menunjukkan keberaniannya membela Palestina dan menolak segala bentuk hubungan diplomatik dengan Israel. 

“Bung Karno tegas, selama Palestina belum merdeka, Indonesia tidak akan mengakui Israel," lanjut Hasto. 

Menurut dia, untuk mengatasi hal itu Bung Karno pun membangun ide kemandirian. Bahkan, Presiden RI Pertama tersebut sempat menemui Presiden Amerika Serikat saat itu, John F Kennedy.

Diketahui, John F. Kennedy merupakan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-35 pada masa jabatan (1961-1963). Dia merupakan satu-satunya presiden AS yang berani bersikap tegas terhadap ideologi Zionis.

"Beliau membujuk Presiden AS John F Kennedy, bahwa kita hanya bisa membebaskan Palestina jika kita punya nuklir," ungkap Hasto. 

Demi mencapai rencana itu, sambug Hasto, Bung Karno lantas mengirimkan ilmuwan Indonesia ke Amerika untuk mengembangkan teknologi nuklir nasional. Pada 24 Juli 1965, Sukarno secara terbuka menyatakan bahwa Indonesia akan mampu membuat bom atom sendiri.

Upaya itu ditopang oleh kerja sama internasional: bantuan finansial dan teknis dari Amerika Serikat sebesar 350 ribu dolar untuk proyek reaktor Triga Mark II di Bandung; dukungan Uni Soviet senilai lebih dari 5 juta dolar untuk pembangunan reaktor nuklir di Yogyakarta; serta pengiriman ahli-ahli nuklir dan militer Indonesia ke Tiongkok untuk belajar membuat bom atom.

Sayangnya, rencana itu harus kandas karena Kennedy terbunuh. Namun Bung Kano tetap melanjutkan pengembangan nuklir dengan Tiongkok. Hasto menilai, keberanian Bung Karno menantang kekuatan global inilah yang membuat negara-negara Barat berupaya menjatuhkannya melalui serangkaian operasi politik dan propaganda yang dikenal dengan agenda de-Soekarnoisasi. 

“Bung Karno dijatuhkan karena terlalu berani — karena tidak tunduk pada kekuatan asing, karena membela Palestina, dan karena ingin Indonesia berdiri di kaki sendiri,” tegasnya.

Hasto menutup dengan pesan reflektif: “Bung Karno sudah menandatangani kontrak moral dengan bangsa-bangsa tertindas, termasuk Palestina. PDI Perjuangan mewarisi semangat beliau — berdiri di pihak rakyat tertindas, membela keadilan dunia, dan menolak segala bentuk penjajahan, baik dalam politik, ekonomi, maupun budaya.”

Semangat Bung Karno itu juga yang menurut Hasto merupakan bagian tak terpisahkan dalam memaknai Hari Santri. Dengan semangat itu juga, ia meyakini peristiwa Gaza tidak akan terjadi apabila Soekarno masih hidup.

Quote