Ikuti Kami

Bonnie Triyana: Gedung DPR ini Lambang Imajinasi dan Spirit Pembebasan

Dulu Bonnie datang ke DPR sebagai sejarawan dan demonstran yang menuliskan sejarah, sekarang ia ikut menciptakan sejarah.

Bonnie Triyana: Gedung DPR ini Lambang Imajinasi dan Spirit Pembebasan
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Bonnie Triyana dalam podcast Sudut Dengar Parlemen - Foto: Capture TVR Parlemen DPR RI

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Bonnie Triyana, yang juga dikenal sebagai sejarawan dalam wawancara bersama Sudut Dengar Parlemen yang ditayangkan di TVR Parlemen DPR RI beberapa waktu lalu, bercerita tentang pengalaman pribadinya kini menjadi bagian dari lembaga yang dulu ia datangi sebagai demonstran yang menuliskan sejarah sekarang Bonnie justru terlibat dalam menciptakan sejarah, serta makna filosofis Gedung DPR yang berakar dari semangat Conefo — gagasan Bung Karno tentang solidaritas bangsa-bangsa baru di dunia. Berikut wawaancara lengkapnya:

Sekarang menjadi bagian dari gedung ini sebagai anggota DPR, apa yang Bapak rasakan?

Saya tidak pernah bermimpi jadi anggota DPR. Hidup saya dulu berkutat di dunia sejarah dan ranah publik. Saya mendirikan Historia.id, menginisiasi Museum Multatuli di Rangkasbitung, advokasi pelestarian bangunan bersejarah di Semarang. Jadi waktu akhirnya saya dipercaya jadi anggota DPR, saya maknai ini sebagai amanah, bukan ambisi. Tugas yang harus dijalankan sebaik-baiknya.

Bagaimana rasanya dulu datang ke gedung ini sebagai demonstran, sekarang duduk di dalamnya?

Lucu juga, ya. Dulu datang ke sini untuk demo, sekarang ikut membuat kebijakan. Tapi justru di situlah letak tanggung jawabnya. Dulu saya menulis sejarah, sekarang saya ikut menciptakan sejarah.

Banyak yang tidak tahu bahwa gedung DPR ini awalnya bukan gedung parlemen. Bisa dijelaskan?

Betul. Gedung ini awalnya dibangun untuk Conefo — Conference of the New Emerging Forces. Bung Karno ingin menghimpun kekuatan negara-negara baru yang menolak kolonialisme Barat. Ini lanjutan dari semangat Konferensi Asia-Afrika 1955. Jadi sebenarnya, gedung ini lambang imajinasi Bung Karno untuk dunia yang lebih setara.

Banyak yang menafsirkan bentuk gedung ini seperti kura-kura atau kepak Garuda. Mana yang benar?

Tidak ada yang benar atau salah. Arsiteknya, Suyudi, memang tidak pernah mendefinisikan bentuk itu menyerupai apa pun. Justru keberhasilan desain ini terletak pada kemampuannya menciptakan diskursus. Seperti kata Bung Karno, bangsa yang besar harus punya imajinasi. Gedung ini adalah wujud imajinasi itu — imajinasi arsitektur dan imajinasi kebangsaan.

Apa nilai yang bisa dipetik dari semangat Bung Karno membangun gedung ini?

Spirit pembebasan. Anti-penindasan. Semangat egaliter. Itu harusnya juga menjadi semangat kita di DPR hari ini. Kita di sini bukan untuk membangun jarak dengan rakyat, tapi untuk mewakili dan melayani mereka.

Apa pesan untuk generasi muda yang mulai menjauh dari sejarah?

Kita harus mengembalikan sejarah ke ruang publik. Jangan cuma diajarkan di sekolah. Jadikan bagian dari kehidupan sehari-hari — lewat museum, media sosial, bahkan jalanan dengan tanda sejarah. Kalau masyarakat merasa memiliki sejarahnya, mereka akan lebih cinta negaranya.

Dan terakhir, bagaimana cara DPR mengembalikan kepercayaan publik?

Dengan kerja nyata. DPR bukan hanya tempat bicara, tapi tempat berbuat. Rakyatlah yang menggaji kita, jadi harus ada action yang nyata, advokasi yang konkret, bukan sekadar wacana.

Quote