Ikuti Kami

Inspirasi Ramadan, Syekh Mukhtar Penulis Kitab Bahasa Sunda 

Syekh Mukhtar menjadi ulama pionir yang mempopulerkan tradisi penulisan karya intelektual dengan bahasa pengantar bahasa Sunda. 

Inspirasi Ramadan, Syekh Mukhtar Penulis Kitab Bahasa Sunda 
Inspirasi Ramadan BKN PDI Perjuangan, Rabu (13/4), menghadirkan Filolog Santri Dr. Ahmad Ginanjar Syaban dengan tajuk “Inspirasi Keteladanan Syekh Mukhtar Athorid Bogor” dan Host Catur Setiawan yang tayang melalui channel Youtube BKN PDI Perjuangan.

Jakarta, Gesuri.id - Inspirasi Ramadan BKN PDI Perjuangan, Rabu (13/4), menghadirkan Filolog Santri Dr. Ahmad Ginanjar Syaban dengan tajuk “Inspirasi Keteladanan Syekh Mukhtar Athorid Bogor” dan Host Catur Setiawan yang tayang melalui channel Youtube BKN PDI Perjuangan.

Baca Masinton Desak Luhut Binsar Panjaitan Mundur Dari Kabinet

Filolog Santri Dr. Ahmad Ginanjar Syaban mengungkapkan Bung Karno pernah berkata “kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab”. Sebelum Bung Karno berpidato terkait hal tersebut, lanjutnya, Syekh Mukhtar Athorid Bogor telah menerapkannya dengan menerbitkan kitab di Timur Tengah dalam bahasa Sunda. 

Syekh Mukhtar menjadi ulama pionir yang mempopulerkan tradisi penulisan karya intelektual dengan bahasa pengantar bahasa Sunda. 

Ginanjar mengungkapkan, bahwa hal yang menjadi ciri khas dari Syekh Mukhtar adalah kemampuannya menulis karya dalam 3 bahasa yakni bahasa arab, bahasa melayu dan bahasa sunda. Di samping itu, Syekh Mukhtar juga dikenal karena kepakarannya dalam bidang hadits, bidang astronomi dan Hukum Islam yang sebagian besar karyanya ditulis dalam bahasa sunda.

“Bahasa sunda ini bukan hanya semata-mata Bahasa, tetapi ada pesan yang ingin disampaikan oleh Syekh Mukhtar lebih jauh dari itu bahwa Bahasa adalah sebuah identitas sebuah bangsa,” tutur Ginanjar.

Syekh Mukhtar, lanjut Ginanjar, memiliki strategi kebudayaan jauh ke depan dengan memposisikan Bahasa sunda sebagai bahasa intelektual di dunia internasional dan dunia islam. 

Hal ini dikarenakan pada tahun 1880-an, karya-karya ulama nusantara yang ditulis maupun dipublikasikan di Kairo, Mekah, Istanbul, Bombai dan belahan dunia lainnya baru sebatas 3 bahasa yakni bahasa Arab, bahasa Melayu dan bahasa Jawa.

“Syekh Mukhtar ingin menjadikan bahasa Sunda menjadi lebih bermartabat dengan menjadikannya bahasa keilmuan, bahasa literasi, dan bahasa intelektual di Timur Tengah. Bahasa Sunda tidak hanya sebagai bahasa tutur,” ucap Ginanjar.

Di samping pionir dalam hal penulisan karya dengan bahasa sunda, Syekh Mukhtar juga merupakan seorang maha guru ulama nusantara di Mekah yang memiliki murid dari hampir seluruh wilayah hindia belanda pada masa itu.

“Beberapa nama ulama tersohor yang merupakan murid dari Syekh Mukhtar yakni KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syekh Hasan Maksum dan masih banyak lagi,” ungkap Ginanjar.

Selain mengajar dan menulis karya dalam bidang ilmu keagamaan, Syekh Mukhtar juga banyak menulis hal yang berkaitan dengan nasionalisme. Ia juga menanamkan spirit nasionalisme yang sangat tinggi kepada murid-muridnya. "Hal ini terbukti dengan banyaknya murid Syekh Mukhtar yang menjadi pahlawan nasional seperti KH. Ahmad Sanusi dari Sukabumi, KH. Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari," ungkap Ginanjar.

Selanjutnya, Ginanjar menerangkan ada beberapa hal yang bisa diteladani dari sosok Syekh Mukhtar Athorid Al Bughuri. Yang pertama, bagaimana kita bisa menjadi orang yang dihormati karena ilmu. 

Baca Adian: Kenaikan BBM Era Soeharto 700%, SBY 259%, Jokowi 16%

Syekh Mukhtar di Timur Tengah telah menjadi maha guru yang mengajar di tempat yang paling disakralkan oleh umat islam yaitu Masjidil Haram. Yang kedua, meskipun lama meninggalkan tanah air dengan mengajar di Timur Tengah, Syekh Mukhtar tidak lupa dengan akar identitas, tradisi dan budayanya sebagai orang Sunda. 

Hal ini dibuktikan Syekh Mukhtar dengan menulis karya-karya dalam Bahasa Sunda. Yang ketiga, Syekh Mukhtar juga tidak melupakan tugas sosialnya dengan menjadi ketua organisasi pemberdayaan masyarakat sunda di Mekah pada masanya yang berfokus pada bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi.

“Syekh Mukhtar merupakan seorang alim dunia islam namun tidak meninggalkan asal usul beliau sebagai orang Sunda dan orang Nusantara. Artinya kita bisa beragama dengan ilmu tanpa harus melepaskan kebudayaan,” tutup Ginanjar.

Quote