Ikuti Kami

Rebut Dolly, Risma Selamatkan Masa Depan Anak-Anak

Wali Kota dari PDI Perjuangan ini rela kehilangan nyawa sekalipun demi anak-anak. 

Rebut Dolly, Risma Selamatkan Masa Depan Anak-Anak
Gang Dolly, Jumat (31/8/2018).

Surabaya, Gesuri.id - Denyut lokalisasi prostitusi Dolly dan Jarak di Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya pada Kamis 19 Juni 2014 berhenti.

Etalase kaca atau biasa disebut aquarium yang biasa memajang para pekerja seks komersial (PSK) berpakaian seksi dan menggoda tak lagi bisa ditemui. Suara hingar bingar musik pun senyap. 

Puluhan germo atau mucikari tak lagi bisa menawarkan 'dagangan' kepada hidung belang yang datang dari berbagai kota. "Ayo mas, baru datang, dilihat dulu mas," rayuan sang germo tatkala Dolly masih belum game over. Kini rayuan maut tak lagi bisa didengar.

Baca: Kawasan Bekas Lokalisasi Dolly Diubah Jadi Kampung Inggris

Ya. Dolly dan Jarak telah beralih fungsi. Lokalisasi yang berada di tengah pemukiman padat penduduk sudah 'memanusiakan' warganya. Anak-anak bermain bebas, riang, tanpa khawatir terkontaminasi. Bisa disebut, anak-anak di eks lokalisasi sudah bisa menemukan masa depannya.

Cita-cita Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini merebut Dolly dan Jarak hanya satu, yaitu menyelamatkan masa depan anak-anak di kawasan tersebut. Wali Kota dari PDI Perjuangan ini rela kehilangan nyawa sekalipun demi anak-anak. 

Tidak mudah! Namun Wali Kota Risma tidak putus asa. Saat itu Wali Kota Risma membuat Kasatpol PP Irvan Widyanto terperangah. Wali Kota Risma akan mengambil alih proses 'penutupan' Dolly dan Jarak karena ada massa yang menolak saat itu.

"Kalau awakmu ra wani (kalau kamu ndak berani), biar kuadepin dewe  (biar kuhadapi sendiri)," kata Irvan mengenang kegigihan wali Kota Risma, di Masjid Cheng Hoo, Surabaya, Jumat (31/8).

Sebagai Kasatpol, Irvan harus tanggung jawab terhadap keselamatan pimpinannya. "Siap ibu, laksanakan," tegas Irvan kepada Wali Kota Risma.

Sikap Wali Kota Risma itu yang membuat Irvan tak bisa melupakan seumur hidup. Irvan mengaku juga memiliki pengalaman lain saat menutup wisma terbesar di Gang Dolly, Wisma Barbara.

Irvan saat itu berniat memberi tulisan pada dinding depan wisma sebagai pengumuman jika telah tidak lagi digunakan sebagai tempat prostitusi. Ia lantas meminta anak buahnya membelikan cat semprot.

"Tiba-tiba datang tiga kaleng cat semprot. Ternyata dibelikan Bu Wali," ungkap Irvan yang tak menyangka Bu Wali Kota Risma juga memonitor melalui handy talkie (HT).

Setelah empat tahun, isu Dolly dan Jarak yang sudah ramah anak ini mendadak mencuat kepermukaan menyusul adanya gugatan class action sejumlah warga kepada Wali Kota Risma dan Kasatpol Kota Surabaya Irvan Widyanto. Dua orang itu dinilai telah merampas hak ekonomi warga yang selama ini mengaku tinggal di kawasan tersebut.

Class action itu dikhawatirkan warga yang senang dengan Dolly. Sekarang bisa menjadi pintu masuk untuk menjadikan Dolly dan Jarak kembali seperti masa lalu.

Aksi menolak gugatan class action digelar di depan Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (31/8). Aksi yang kedua ini diikuti emak-emak atau ibu-ibu warga Putat Jaya.

Ibu-ibu ini melakukan aksinya dengan membawa sayuran berupa wortel, terong dan kangkung sebagai simbol bahwa di Dolly sekarang perekonomian yang menggeliat dengan adanya UKM.

Ketua RT 5 RW 3, Nirwono Supriadi (47), yang juga mengikuti aksi ini mengatakan, aksi ini dilakukan untuk menolak gugatan warga yang mengatasnamakan eks lokalisasi Dolly. Dan mereka yang melakukan gugatan itu dianggapnya bukan warga asli Jarak dan Dolly.

"Kita harus selamatkan anak-anak generasi penerus bangsa ini dan juga Jarak-Dolly sebagai kampung layak anak, kita sudah merubah mainset para warga untuk hidup dengan menjadi wirausaha," ucap Nirwono.

Sujarwo, pemilik Tempe Dolly Sujarwo, mengatakan lebih barokah setelah dirinya menggeluti usaha produksi tempe.

"Sekarang sudah hidup sehat, tidak ada yang mabuk-mabukan lagi. Sekarang jualan tempe lebih menguntungkan dan tentram," ujarnya saat orasi.

Sikap warga yang tak ingin ada celah Dolly dan Jarak kembali menjadi lokalisasi didukung Camat Sawahan M Yunus.

Bahkan, ia mengaku siap mengundurkan diri dari jabatannya jika Pengadilan Negeri Surabaya menerima gugatan class action.

Tak hanya sekali, camat yang menaungi wilayah eks lokalisasi Dolly dan Jarak bahkan empat kali mengulangi pernyataan siap mundur dari jabatannya.

"Saya siap mundur, saya siap mundur, saya siap mundur dari camat," tegasnya, Kamis (30/8).

"Kenapa mundur? Karena saya pikir hak-hak masyarakat, hak-hak anak-anak sudah tidak bisa diperjuangkan. Mereka akan kembali lagi nanti ketika ini diterima," tambahnya.

Yunus mempertanyakan bahwa hak perekonomian warga yang mana yang terampas jika rumah karaoke atau rumah musik yang berada di tengah-tengah pemukiman warga ditutup. Menurut Yunus, rumah musik tersebut menjadi pemicu munculnya lokalisasi di sana.

"Sebetulnya jika dikatakan merampas hak perekonomian masyarakat, yang mana? Apakah pemkot melarang ketika masyarakat berusaha sesuai ketentuan yang berlaku? Tidak," tegasnya.

Organisasi kepemudaan, GP Ansor juga berdiri dibelakang warga yang bahagia dengan kondisi sekarang. Pada demo hari pertama di PN Surabaya, 50 anggota Ansor Kota Surabaya ikut bergabung menolak gugatan warga lain yang ingin mendirikan rumah musik.

"Memang itu instruksi, komando dari saya (pengerahan anggota Ansor)," ujar Ketua PC GP Ansor Kota Surabaya M Faridz Afif, Kamis (30/8/2018).

Afif menegaskan, pihaknya mendukung upaya warga yang menolak rencana hadirnya kembali rumah musik di kawasan Jarak dan Dolly.

"Karena kita nggak ingin ada bibit-bibit lagi prostitusi di Jarak dan Dolly," tegasnya.

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya tak ketinggalan.

Zainul Arifin, Ketua LHKP PDM Kota Surabaya mengatakan, bahwa gugatan yang dilakukan oleh sekelompok warga ini adalah bentuk perlawanan yang harus dilawan.

"Dolly sekarang berubah, pemerintah dan masyarakat sudah merubah Dolly menjadi pusat ekonomi walaupun program ini harus terus menerus dibantu semua pihak," ujarnya.

Ia menuntut kepada majelis hakim untuk tidak mengabulkan permintaan class action yang dituntutkan atas dasar kerugian ekonomi.

Sebab, kata dia, pada sisi yang lain kerugian yang diakibatkan dengan tetap beroperasinya Dolly adalah kriminalitas, HIV/AIDS, kerusakan moral, kerusakan masyarakat, dampak buruknya yang nilainya melebihi dari sekedar nilai ekonomi.

Baca: Dalam 4 Tahun, Pemerintah Tutup 118 Lokalisasi

"Masa depan anak bangsa dan generasi muda harus lebih utama, pihak-pihak yang terkait hendaknya bersama-sama merumuskan masa depan Dolly bersama yang berkemajuan," tegasnya.

LHKP PDM Kota Surabaya menolak segala bentuk upaya pihak-pihak yang akan mengupayakan membuka kembali Dolly sebagai tempat prostitusi atau ada pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan dengan penutupan dengan melakukan class action.

"Kami yakin dan percaya bahwa Warga dolly bersama dengan Warga Surabaya dan  tidak pernah merasakan adanya intimidasi dan diskriminasi dari pihak manapun, kalaupun ada, itu hanya dirasakan oleh kelompok yang mempunyai kepentingan," tegas Zainul Arifin.

Quote