Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dengan menempatkan pidana sebagai ultimum remedium atau langkah terakhir, bukan sebagai pendekatan utama.
Pernyataan itu disampaikan Adian usai menyerap aspirasi masyarakat dalam kunjungan kerja BAM DPR RI di Kantor Gubernur Sumatera Utara pada Kamis.
Ia mengungkapkan BAM mencatat ada 19 laporan kasus kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan sepanjang tahun 2024.
Menurutnya, hal tersebut harus menjadi perhatian serius DPR dan pemerintah.
"Kita berharap pengenaan pidana sebagai ultimum remedium itu tidak dikenakan sembarangan. Saya berharap nanti kita akan bicara pada Komisi III di Jakarta agar hal-hal seperti ini bisa lebih mengedepankan pendekatan keadilan restoratif," tegas Adian dikutip Selasa (2/9).
Selain masalah hukum, Adian juga menyoroti persoalan lain dari hasil dialog dengan masyarakat, mulai dari proyek jalan tol yang terhambat pembebasan lahan hingga problem desa yang masuk kawasan hutan.
"Kita dapat informasi bahwa ada transmigran sejak tahun 1978 yang lahannya belum bersertifikat. Ini masalah besar karena para transmigran adalah pahlawan pemerataan, dan negara tidak boleh mengabaikan hak atas tanah mereka," jelas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
Ia menambahkan, peran BAM DPR RI sangat penting untuk mempercepat penyaluran aspirasi masyarakat kepada komisi terkait.
"Biasanya kalau ada pengaduan ke komisi itu bisa memakan waktu 5–7 bulan. Dengan BAM, kita bisa langsung datang, mendengar, dan mendistribusikan hasilnya pada komisi terkait agar ditindaklanjuti. Ini akan memangkas proses," tutur Adian.
Adian menegaskan, seluruh masukan masyarakat akan menjadi modal DPR dalam pembahasan bersama pemerintah, khususnya terkait pengalokasian anggaran 2026.
"Karena anggaran secara nasional diputuskan bersama DPR dan Presiden, maka hasil dari aspirasi di lapangan ini akan kita bawa dan diskusikan pada kementerian terkait," pungkasnya.