Ikuti Kami

Adian Napitupulu Sebut Pungutan 'Kelumrahan' Aplikator Transportasi Online Capai Rp8,9 Triliun

Pungutan yang oleh aplikator disebut sebagai biaya kelumrahan berpotensi mencapai angka Rp8,9 triliun per tahun.

Adian Napitupulu Sebut Pungutan 'Kelumrahan' Aplikator Transportasi Online Capai Rp8,9 Triliun
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, menyoroti potensi pemasukan luar biasa yang diterima aplikator transportasi online dari berbagai pungutan tambahan di luar potongan komisi bagi driver.

Menurut Adian, pungutan yang oleh aplikator disebut sebagai “biaya kelumrahan” seperti biaya platform, biaya perjalanan aman, dan biaya hijau, berpotensi mencapai angka Rp8,9 triliun per tahun.

"Sebagai negara hukum, kita sama-sama tahu bahwa lumrah bukanlah dasar hukum bagi siapapun untuk dibiarkan memungut uang secara terorganisir, masif, terus menerus, dan dalam jumlah yang sangat besar," kata Adian Napitupulu, Jumat (13/6).

Sorotan ini mengemuka setelah konferensi pers aplikator bersama Menteri Perhubungan pada 19 Mei lalu, yang mengungkap adanya pungutan tambahan dari konsumen di luar potongan 20 persen dari pendapatan driver.

Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI itu menguraikan bahwa pada tampilan aplikasi saat konsumen memesan kendaraan roda dua, seringkali muncul biaya tambahan seperti Rp2.000 untuk jasa aplikasi, Rp1.000 untuk biaya perjalanan aman, dan Rp500 untuk biaya hijau. Biaya-biaya ini diduga tidak dipotong dari komisi driver, melainkan dipungut langsung dari konsumen dengan alasan kelumrahan.

Untuk menghitung estimasi pemasukan dari pungutan tersebut, Adian merujuk pada data Kominfo yang disampaikan dalam FGD bersama Badan Aspirasi Masyarakat, yang menyebutkan ada sekitar 7 juta driver online (motor dan mobil) yang aktif di berbagai aplikasi.

"Biar mudah menghitungnya, kita anggap saja semuanya menggunakan angka-angka motor atau roda dua, yaitu Rp2.000 biaya jasa aplikasi, Rp1.000 biaya perjalanan aman, dan Rp500 biaya hijau, atau rata-rata total sekitar Rp3.500 per sekali perjalanan," ucapnya.

Dengan asumsi masing-masing dari 7 juta driver hanya melayani satu perjalanan per hari, maka terdapat 7 juta transaksi yang dikenakan biaya kelumrahan sebesar Rp3.500.

"Dari angka-angka tersebut, total per harinya bisa mencapai Rp24,5 Miliar, atau sekitar Rp8,9 Triliun per tahun," ungkapnya.

Adian mengakui bahwa perhitungan tersebut bersifat kasar, sederhana, dan berbasis asumsi, karena aplikator belum membuka data mereka secara transparan. Ia pun berharap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR, seluruh angka dan skema pungutan ini dapat dijelaskan lebih detail oleh pihak aplikator.

Selain itu, Legislator dari Dapil Jawa Barat V ini juga mempertanyakan sikap pemerintah yang dinilainya cenderung pasif terhadap praktik pungutan yang dilakukan aplikator.

"Wajar jika kemudian akan banyak orang bertanya, Apa yang membuat Negara mendiamkan itu, apakah ada sesuatu? Semoga pertanyaan itu bisa terjawab saat Rapat Kerja Komisi V dengan Menteri Perhubungan," ujarnya.

Sekjen Pena 98 ini juga mengingatkan bahwa angka-angka tersebut belum mencakup potongan yang berdasarkan hukum.

"Semoga terbayang jika yang lumrah dan yang berdasarkan hukum digabungkan, maka jangan heran jika kita akan temukan angka yang sangat fantastis diterima Aplikator," pungkasnya.

Quote