Ikuti Kami

Alex Indra: Kratom dan Gambir Harus Jadi Prioritas Utama Hilirisasi dan Industrialisasi Sesuai Asta Cita Prabowo

Hal itu sebagaimana tercatat dalam urutan kelima Asta Cita Presiden Prabowo.

Alex Indra: Kratom dan Gambir Harus Jadi Prioritas Utama Hilirisasi dan Industrialisasi Sesuai Asta Cita Prabowo
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menegaskan tanaman endemik khas Indonesia seperti Kratom di Kalimantan dan Gambir di Sumatera Barat harus menjadi prioritas utama hilirisasi dan industrialisasi sebagaimana tercatat dalam urutan kelima Asta Cita Presiden Prabowo.

“Tadinya, saya pikir, kehadiran rombongan Komisi IV DPR RI ke Kalimantan ini, tak sekadar menyaksikan ekspor Kratom. Bayangan saya, kehadiran kami untuk ikut menyelesaikan berbagai perdebatan dalam upaya ekspor tanaman herbal ini,” kata Alex, Rabu (1/10).

Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menyampaikan pernyataan tersebut usai menghadiri ekspor tanaman Kratom (mitragyna speciosa) sebanyak 343,5 ton senilai Rp15,4 miliar ke India melalui Pelabuhan Dwikora Pontianak, Selasa (30/9).

Dalam dialog bersama para pemangku kepentingan Kratom di Provinsi Kalimantan Barat, Alex juga menyinggung soal Gambir yang menjadi tanaman endemik khas Provinsi Sumatera Barat. 

Sejak awal tahun 2000-an, kata dia, Gambir asal Sumbar telah memasok hingga 85 persen kebutuhan dunia. Pasokan tersebut diproduksi oleh petani hanya dari dua daerah, yakni Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan.

“Sayangnya, hilirisasi dari gambir berupa Katekin, sampai sekarang masih belum mampu kita hasilkan. Padahal, katekin sangat dibutuhkan industri kosmetik dan farmasi yang notabene memiliki nilai jual jauh lebih mahal dari sekadar gambir," ungkap Alex.

Ia menekankan, jika hilirisasi Kratom tidak segera dikelola dengan serius, nasibnya akan sama dengan Gambir dari Sumatera Barat yang hingga kini belum maksimal memberi nilai tambah.

"Kita masih sibuk bertengkar dengan dampak negatif Kratom, sementara bangsa lain telah sukses dengan produk turunan hasil hilirisasi dan industrialisasi Kratom," tegas Alex yang juga Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat.

Untuk itu, Alex mendorong seluruh pemangku kepentingan memanfaatkan hasil riset dan kajian dari pemerintah maupun perguruan tinggi untuk menutup sisi negatif dari tanaman endemik Indonesia.

"Saat ini, waktu dan energi kita lebih banyak membahas dampak negatif. Padahal, jika kita terus bicara sisi negatif, air putih ini saja punya, jika dikonsumsi berlebihan,” terang Alex sembari menunjuk gelas air di hadapannya.

Diketahui, tanaman Kratom sempat terhambat berbagai regulasi terkait statusnya yang masih terlarang. Badan POM dan BNN bahkan sempat merekomendasikan pelarangan total karena efek sampingnya. Namun, pemerintah kemudian mengatur tata kelola dan tata niaga Kratom untuk ekspor melalui Permendag No 20 Tahun 2024 dan Permendag No 21 Tahun 2024.

Dalam regulasi tersebut, Kratom dalam bentuk daun dan remahan kasar masuk kategori larangan ekspor. Sementara Kratom yang sudah berbentuk remahan halus maupun bubuk diizinkan untuk diekspor.

Quote