Ikuti Kami

Alex Indra Minta Tata Niaga Gula Baik Rafinasi Hingga Gula Petani, Ditinjau Ulang

Sistem perdagangan komoditas yang masih semrawut berpotensi menggagalkan target swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto

Alex Indra Minta Tata Niaga Gula Baik Rafinasi Hingga Gula Petani, Ditinjau Ulang
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, meminta agar tata niaga gula, baik gula kristal rafinasi (GKR) maupun gula petani, segera ditinjau ulang. 

Menurutnya, sistem perdagangan komoditas yang masih semrawut berpotensi menggagalkan target swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

"Jika masih dibiarkan seperti hari ini, bakal terus menyisakan lorong gelap yang akan menggagalkan target swasembada pangan Presiden Prabowo, yang mencakup tiga indikator utama, yakni tidak ada impor beras, jagung, dan gula konsumsi pada tahun 2025 ini," kata Alex, Jumat (12/9/2025).

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa gula rafinasi dan gula petani memiliki pasar yang berbeda. Gula rafinasi dipasok khusus untuk kebutuhan industri, sementara gula petani diperuntukkan bagi konsumsi publik.

"Jika gula rafinasi masuk pasar konsumsi, artinya ada yang salah di tata niaga," tegas Alex.

Ia mengingatkan bahwa aturan jelas sudah mengatur peruntukan GKR. Merujuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 17 Tahun 2022, GKR dilarang diperdagangkan di pasar eceran. 

GKR hanya ditujukan untuk industri pengguna dengan persyaratan izin usaha industri dan dokumen izin sejenis.

Ketua PDIP Sumatra Barat itu juga menyoroti lemahnya pengawasan tata niaga GKR yang berdampak serius pada petani tebu. 

Menurutnya, hal tersebut membuat serapan gula petani menjadi tersendat, hingga sekitar 100.000 ton gula konsumsi hasil tebu petani menumpuk di gudang.

"Selain memukul petani tebu kita, gula rafinasi yang dijual ke pasar tradisional, tentunya akan membahayakan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya akan berimbas pada sektor kesehatan," ucapnya.

Alex juga menekankan pentingnya penugasan pemerintah kepada BUMN pangan (ID Food) untuk menyerap gula petani yang gagal terserap pasar disertai dengan skema yang jelas dan terukur.

"Duit yang digelontorkan pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebesar Rp1,5 triliun itu harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya secara akuntabel," ujarnya.

"Sebab, pendirian Danantara itu bukan dimaksudkan sebagai public service. Jangan serampangan saja menggunakan uang negara yang telah ditempatkan di Danantara itu," lanjutnya.

Selain memberikan kritik, Alex yang juga Ketua Panja Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV turut mengapresiasi langkah Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono yang menghentikan sementara impor GKR.

"Penghentian impor ini, melindungi petani tebu kita sekaligus meningkatkan serapan gula konsumsi dalam negeri," jelasnya.

Namun, ia juga memberikan peringatan agar langkah tersebut diikuti dengan perhitungan kebutuhan industri yang akurat, mengingat realisasi impor GKR sebesar 70 persen saja telah menimbulkan praktik salah distribusi.

"Kita harus menghitung ulang kebutuhan industri agar tata niaga yang berkeadilan bisa diwujudkan," pungkasnya.

Quote