Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS merespons pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen. Ia menyampaikan keyakinan kuat bahwa Indonesia memiliki potensi jauh lebih besar.
Dengan pemaparan yang tuntas habis, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa Indonesia memiliki segala modal untuk mencapainya. Ia menegaskan, potensi pertumbuhan ekonomi nasional lebih dari 10 persen/tahun.
“Indonesia punya semua modal untuk tumbuh lebih dari 10 persen per tahun,” kata Prof. Rokhmin dalam pemaparannya pada Program Talk Highlight, Radio Elshinta Jakarta 90 FM, Kamis (11/9).
Hal ini, katanya, merujuk pada analisis Goldman Sachs yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan prospek pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Namun, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan 2001–2004 itu, pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka. Ia menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja yang layak dan mensejahterakan seluruh rakyat, sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.
"Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Rektor Universitas UMMI Bogor tersebut.
Prof. Rokhmin menegaskan bahwa, Pasal 33 adalah fondasi Ekonomi Pancasila: memastikan cabang-cabang produksi yang vital tidak dikuasai segelintir elit atau asing, melainkan dikelola negara untuk menghadirkan keadilan sosial, kedaulatan ekonomi, dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Dengan semangat kebangsaan dan visi pembangunan yang inklusif, Prof. Rokhmin mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali meneguhkan prinsip-prinsip ekonomi yang berpihak pada rakyat.
“Pertumbuhan tinggi hanya bermakna jika membawa kesejahteraan bagi semua,” ucapnya.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu mengungkap temuan mengejutkan dari penelitian KPK bersama UI dan ITB tahun 2015: jika pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral seperti batu bara, nikel, emas, tembaga, dan bijih besi mengikuti Pasal 33 UUD 1945, maka keuntungan bersih negara bisa mencapai Rp 7.900 triliun per tahun. Namun, sistem kapitalisme yang kini berlaku hanya menghasilkan Rp 900 triliun per tahun.
“Pemerintah justru memberi konsesi area kepada perusahaan asing. Ada blok di Medan, Morowali, yang malah dikuasai pejabat-pejabat nakal,” tegasnya.
Ia mendorong Presiden Prabowo untuk segera mengubah sistem pengelolaan sumber daya alam dari kapitalisme ke ekonomi Pancasila.
Dalam sistem ini, perusahaan asing seharusnya tidak diberi hak konsesi, melainkan hanya berperan sebagai operator di bawah BUMN seperti Antam, dan diberi bagian maksimal 30% dari keuntungan bersih.
“Kalau pengelolaan kita ubah, keuntungan negara bisa capai Rp7.900 triliun per tahun. Untuk melunasi utang Rp3.000 triliun saja bisa selesai dalam 3 tahun,” ujarnya.
Ia menyebutkan tiga strategi utama untuk menuju Indonesia Emas 2045, yaitu: pembenahan ekonomi, pengelolaan SDA berdasarkan UUD 45, dan pengembangan ekonomi biru, hijau, serta digital.
Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University ini juga mengkritik kebijakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyedot Rp1,2 triliun per hari.
“Kenapa tidak fokus ke daerah yang akut stunting-nya? Serahkan ke sekolah yang tahu kondisi siswanya, bukan dapur umum,” ungkapnya.
Ia menilai kebijakan ini bisa merusak disiplin fiskal. Sebagai solusi, daerah lain bisa diberdayakan lewat lapangan kerja, menjaga keberlangsungan industri, dan pelatihan SDM untuk produktivitas jangka panjang.