Palembang, Gesuri.id — Anggota DPRD Kota Palembang, Andreas Okdi Priantoro kritik kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang membatasi pola penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di sejumlah SPBU di Kota Palembang.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru berpotensi menimbulkan dampak serius bagi pelaku usaha transportasi dan sektor distribusi barang.
Melalui Surat Edaran Nomor 500.10.1/082/SE/DESDM/2025 yang ditandatangani Gubernur Sumsel Herman Deru pada 17 November 2025, Pemprov Sumsel menghentikan penyaluran solar di 4 SPBU dan membatasi waktu distribusi di 14 SPBU lainnya hanya pada pukul 22.00–04.00 WIB.
Kebijakan tersebut disebut sebagai langkah untuk mengurai antrean panjang dan mencegah potensi penyalahgunaan BBM subsidi.
Namun, Andreas menilai kebijakan tersebut tidak menyentuh akar masalah. Ia menyebut pembatasan waktu justru menambah beban bagi pelaku usaha, terutama sektor transportasi yang sangat bergantung pada ketersediaan solar.
“Yang paling dirugikan hari ini adalah pengusaha transportasi, angkutan barang, dan pelaku usaha yang operasionalnya berlangsung pada siang hari. Pembatasan ini menambah biaya dan risiko, bukan menyelesaikan masalah,” ujar Andreas dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025)
Menurut dia, Pemerintah Provinsi seharusnya tidak hanya mengatur lokasi dan waktu penyaluran, tetapi mempertanyakan langsung kepada Pertamina mengenai penyebab kekosongan solar subsidi yang terjadi di sejumlah SPBU dalam beberapa pekan terakhir.
“Ini bukan sekadar soal antrean. Pertanyaannya, kenapa terjadi kekosongan solar subsidi di hampir seluruh SPBU? Pemerintah harus menelusuri itu. Kalau tidak diatasi, ini bisa menjadi bom waktu,” katanya.
Andreas juga menekankan perlunya langkah yang lebih strategis. Ia mendesak Gubernur Sumsel untuk mengajukan penambahan kuota BBM subsidi khususnya solar untuk Kota Palembang, mengingat pertumbuhan kendaraan terus meningkat, terutama di sektor transportasi.
“Kebutuhan solar semakin besar, sementara kuotanya tidak bertambah. Pemerintah bukan hanya perlu membatasi, tetapi juga memperjuangkan tambahan kuota. Jika dibiarkan, persoalan ini akan menjadi krusial dan mengganggu mobilitas barang maupun aktivitas ekonomi,” ujar dia.
Selain itu, Andreas menilai pembatasan penyaluran pada malam hari justru dapat menimbulkan persoalan baru, mulai dari kemungkinan perpindahan antrean ke waktu malam hingga risiko keamanan bagi sopir yang terpaksa menunggu pada jam-jam rawan.
Ia menegaskan DPRD Kota Palembang akan memantau kebijakan ini dan siap mendorong evaluasi bersama Pertamina serta Pemprov Sumsel apabila kondisi di lapangan tidak menunjukkan perbaikan.

















































































