Ikuti Kami

Bonnie Triyana Beberkan Makna Sesungguhnya Gelar Pahlawan 

Kata pahlawan dari mana? Dari bahasa Sanskrit, Sansakerta, yang artinya pahala. Pahala itu artinya buah, hasil.

Bonnie Triyana Beberkan Makna Sesungguhnya Gelar Pahlawan 
Sejarawan Bonnie Triyana.

Jakarta, Gesuri.id - Sejarawan Bonnie Triyana mengupas makna, sejarah, dan kriteria pahlawan sejati dalam diskusi di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Rabu (5/11). 

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini memulai dengan menjelaskan asal-usul kata pahlawan.

"Kata pahlawan dari mana? Dari bahasa Sanskrit, Sansakerta, yang artinya pahala. Pahala itu artinya buah, hasil," ujarnya.

Baca: Ganjar: Proporsional Tertutup Kembalikan Marwah dan Fungsi Partai

"Wan itu ditambahkan karena dia menunjukkan kepemilikan. Jadi, orang yang menerima hasil sebagai akibat dari apa yang dia lakukan," lanjut Bonnie.

Menurutnya, gelar pahlawan nasional mulai diberikan pada 1950-an untuk memperkuat identitas bangsa yang baru merdeka. "Jadi gini, pada saat itu Indonesia itu baru merdeka. Kita bangsa Indonesia, sebelum menjadi Indonesia itu hanya sekumpulan orang-orang dengan identitas, etnisitas, dan sukunya masing-masing," papar Bonnie.

Ia menambahkan, pada 1950, Bung Karno kemudian berembuk untuk memberikan gelar pahlawan kepada mereka yang berjuang secara fisik. "Berjuang yang melawan Belanda, bahkan menjadi korban penjajahan Belanda," kata Bonnie

Abdul Muis ditetapkan sebagai pahlawan nasional pertama. "Abdul Muiz ini pengarah, penulis. Dia seorang penulis, wartawan, aktivis politik, dan aktif di syarikat Islam. Yang banyak menimbulkan kejuligaan Belanda, sehingga dia selalu dikuntit sama intelijen Belanda kemanapun dia bergerak," jelasnya.

Seleksi pahlawan kemudian juga mempertimbangkan keterwakilan daerah dan spektrum ideologi, dari kalangan Islam seperti KH Hasyim Asy'ari hingga dari spektrum kiri seperti Alimin dan Tan Malaka.

Namun, proses ini tak lepas dari kontroversi. "Banyak masyarakat menyatakan protes. Kenapa orang yang pro-Belanda kok dipilih menjadi pahlawan nasional? Ramai," kata Bonnie mencontohkan pengangkatan Ida Anak Agung Gde Agung pada 2005.

Ia juga menyoroti kesempurnaan syarat pemberian gelar. "Nah, di dalam persyaratan gelar pahlawan itu sangat sempurna persyaratannya. Salah satu blue tier point, dia tidak boleh pernah terbukti di bidang lain. Dan tidak boleh punya cacat yang bisa membuat nilai-nilai perjuangannya jadi terkurangilah, kira-kira gitu," ujarnya.

Menyikapi usulan gelar pahlawan untuk mantan Presiden Soeharto, Bonnie mengingatkan fakta sejarah masa lalu.

"Dulu, partai cuma ada 3 disederhanakan. Partai cuma 3. Maka, reformasi merumuskan satu pemikiran bersama, boleh dong orang bikin partai lebih banyak," katanya.

Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri 

"Kemudian kebebasan berekspresi. Kalian sekarang mau ngomong apa saja di media sosial, diperbolehkan. Dulu memang tidak ada media sosial. Tetapi kalau kritik, dianggap kritiknya supersif, mengganggu, dan ketafsiran penguasa, dia bisa ditangkap, bahkan hilang. Itu fakta sejarah," tegas Bonnie.

Bonnie mengusulkan penilaian diserahkan kepada generasi penerus. "Jadi, kalau menurut khidmat saya, mari kita berikan tugas untuk mencari pahlawan sejati ini kepada generasi menerus yang mungkin lahirnya setelah masa itu. Sehingga lebih berjarak melihat masa itu, masa di mana saya tumbuh, lebih objektif, dan lebih punya kemampuan untuk menentukan mana yang pahlawan sejati dan mana yang bukan," ujarnya.

Menyoroti krisis ekonomi 1997-1998, Bonnie berpendapat, "Krisis tahun 1997-1998 itu menunjukkan bahwa apa yang dibangun selama puluhan tahun itu hanya seperti raksasa berkaki lempung tanah lempung, tidak kuat dia menyangga."

Quote