Jakarta, Gesuri.id — Anggota DPR RI Komisi VII dari sekaligus Bunda Guru Kabupaten Trenggalek, Novita Hardini mengecam insiden penganiayaan guru di SMP Negeri 1 Trenggalek oleh keluarga wali murid, yang terjadi Jumat lalu.
Legislator perempuan satu-satunya dari Dapil Jawa Timur 7 tersebut menyatakan bahwa guru bukan sekadar pendidik guru adalah pilar kebangsaan yang menanamkan nilai-nilai keilmuan dan karakter generasi penerus.
“Ketika guru dipukul karena menegakkan aturan sekolah, maka yang diserang bukan hanya individu, tapi martabat pendidikan dan masa depan anak-anak kita,” tegasnya.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu mengajak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk tidak pandang bulu dalam menindak pelaku kekerasan termasuk orang tua siswa. “Pendidikan adalah domain yang sangat krusial. Bila disiplin guru di sekolah gampang dipukul balik, maka siapa yang berani mendidik anak bangsa? Ini soal keberlanjutan bangsa kita,” ujarnya dalam keterangan resminya, Senin (3/11/2025).
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Trenggalek bersama Dinas Pendidikan harus segera memperkuat prosedur pengaman guru dan kalender edukasi bagi orang tua siswa agar memahami hak dan kewajiban di lingkungan sekolah.
“Sekolah bukan arena tawar-menawar kekuasaan antara guru dan wali murid. Sekolah adalah institusi negara yang memberikan layanan penting bagi masa depan anak-anak kita,” tambahnya.

Sebagai Bunda Guru, Novita Hardini menyampaikan dukungan moril penuh kepada guru korban dan seluruh tenaga pendidik di Trenggalek. Ia juga akan memperjuangkan di tingkat nasional agar perlindungan hukum bagi guru diperkuat, dan mekanisme pengaduan kekerasan di sekolah dibuat lebih mudah diakses.
“Saya berdiri bersama guru-guru Trenggalek. Ini bukan hanya soal satu orang pukulan. Ini soal generasi yang haknya merasakan pendidikan layak. Jika kita biarkan, maka kekerasan kecil hari ini bisa membesar menjadi budaya ketidakadilan besar esok hari,” ujar Novita.
Sebelumnya, guru seni budaya dari SMPN 1 Trenggalek, Eko Prayitno, melakukan penyitaan ponsel salah satu siswi sesuai aturan sekolah. Namun langkah itu memicu aksi kekerasan seorang keluarga siswi tersebut dengan melakukan pemukulan serta ancaman.

















































































