Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyoroti kondisi keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang disebutnya terancam stagnan akibat beban pembiayaan proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Ia menyebut, jika KAI mulai membayar cicilan pokok pinjaman KCIC, maka operasional perusahaan pelat merah itu bisa terganggu dan bahkan terhenti.
“Kereta-kereta api ini sampai sekarang masih masa grace period, belum bayar cicilan pokok. Dia baru bayar bunga nih, belum bayar cicilan pokok. Kalau kemudian dia bayar cicilan pokok, maka udah hampir dipastikan di bom waktu, seperti yang dikatakan direktur utama kereta api,” kata Darmadi, dikutip pada Rabu (22/10/2025).
Menurut Darmadi, kondisi ini berpotensi menjadi masalah serius karena kemampuan arus kas KAI akan terguncang begitu masa grace period berakhir.
“Karena kalau dia mulai bayar cicilan pokok, maka arus kas ini akan negatif dan itu akan membuat stagnan keuangan daripada perusahaan. Makanya disebut bom waktu,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kewajiban pembayaran cicilan pokok dan bunga yang besar bisa membuat KAI kesulitan mempertahankan likuiditas.
“Karena apa? Karena memang cicilan pokok aja belum bayar, bagaimana nanti kalau mulai cicilan pokok dia harus bayar yang nilainya setiap bulan cicilan pokok itu kalau dihitung-hitung itu Rp227 miliar per bulan,” jelasnya.
Darmadi menambahkan, jika ditambah bunga, total kewajiban KAI setiap bulannya mencapai angka fantastis.
“Setiap bulan itu dia harus bayar cicilan pokok, belum bunga. Kalau sama bunga itu Rp400 miliar per bulan. Berarti kalau sama bunga, cicilan pokok sama bunga itu Rp4,8 triliun per tahun,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan itu memperingatkan, apabila pembayaran cicilan pokok dimulai tanpa intervensi negara, maka KAI akan menghadapi arus kas negatif besar yang dapat menghentikan kegiatan operasionalnya.
“Udah hampir pasti kalau mulai cicilan pokok, arus kasnya itu akan negatif besar, sehingga operasi kereta api akan terhenti. Nah ini kan bahaya buat masyarakat banyak,” ungkapnya.
Darmadi menilai pemerintah perlu turun tangan untuk memastikan layanan transportasi publik tetap berjalan.
“Apa konsekuensinya? Berarti negara harus memikirkan cara untuk menyelamatkan kereta api. Karena dia mendapat tugasnya untuk melayani penumpang setiap hari yang kebanyakan masih kalangan menengah ke bawah,” pungkasnya.