Ikuti Kami

Deni Kritisi Penanganan Pandemi Oleh Khofifah-Emil

Politisi PDI Perjuangan menyebut tiga catatan penting karenai tidak ada kepemimpinan di Jatim terkait penanganan pandemi.

Deni Kritisi Penanganan Pandemi Oleh Khofifah-Emil
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur (Jatim), Deni Wicaksono.

Surabaya, Gesuri.id - Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur (Jatim), Deni Wicaksono mengkritisi penanganan pandemi COVID-19 di provinsi paling timur di Pulau Jawa ini.

Politisi muda alumnus Universitas Airlangga itu menyebut tiga catatan penting karenai tidak ada kepemimpinan di Jatim terkait penanganan pandemi. 

“Tapi kami bersyukur, di tengah langkah dan strategi Pemprov Jatim yang tidak komprehensif dalam penanganan pandemi, kita masih memiliki para tenaga kesehatan yang bekerja penuh ketulusan. Terima kasih untuk Bapak/Ibu insan kesehatan,” ujar Deni.

Baca: Bagi Kaum Duafa, Prof Hendrawan Gotong Royong Beri Sembako

Deni menyebutkan, Pemprov Jatim tidak memiliki desain strategi dan eksekusi yang terintegrasi dalam menghadapi pandemi. Publik tidak melihat bagaimana gubernur memiliki desain strategi yang jelas berikut eksekusinya dalam penanganan pandemi.

“Soal 3 T, misalnya, tidak ada kepemimpinan dari Pemprov Jatim. Kami tidak pernah tahu bagaimana Pemprov Jatim mengejar rasio tracing ke tahap ideal 1:30. Juga bagaimana dengan target tes 1 per 1.000 penduduk, lalu berapa persentase kasus positif bisa dilacak kontak eratnya dalam sekian jam, berapa target persentase kontak erat yang melakukan karantina mandiri,” jelas Deni.

Deni juga menilai tidak ada mitigasi pada skenario-skenario terburuk. Misalnya bila kasus aktif mencapai 50.000, apa yang sudah disiapkan Pemprov Jatim. Termasuk bila sekian nakes terpapar seperti yang saat ini terjadi, apakah Pemprov Jatim sudah memiliki solusinya.

“Jika ada skenario terburuk, misal COVID-19 memuncak sampai 50.000 kasus aktif, apa yang sudah disiapkan Gubernur? Tidak ada. Seolah semua tiba masa tiba akal, rakyat yang jadi korban,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menilai, pemerintah daerah terkesan jalan sendiri-sendiri, dengan kreativitas dan keterbatasannya. 

“Bahkan nyaris tanpa kajian epidemiologi dalam penanganan pandemi di daerah, di mana seharusnya Pemprov Jatim punya kesadaran dan kemampuan untuk itu,” imbuh Deni.

Contoh lainnya, sambung Deni, adalah soal pengetesan, di mana saat ini berdasarkan Instruksi Mendagri terdapat target tes harian pada masing-masing kabupaten/kota.

“Apa yang dilakukan Gubernur? Hanya menerbitkan keputusan yang isinya mengulangi instruksi Mendagri? Apa dong desain strategi yang disiapkan Pemprov Jatim untuk membantu kabupaten/kota memenuhi target tes harian?” kritik Deni.

Deni Wicaksono yang juga Ketua Bapilu DPD PDI Perjuangan Jawa Timur ini mendorong Pemprov Jatim segera menyiapkan rumah sakit darurat/lapangan di beberapa daerah. 

“Tidak semua daerah punya kemampuan untuk membikin rumah sakit lapangan, seharusnya Pemprov Jatim hadir. Selain itu, ke depan Pemprov harus punya skenario penyiapan rumah sakit khusus penyakit infeksi yang menyebar di beberapa daerah,” ujarnya.

Catatan kedua, Pemprov Jatim tidak cukup mampu mengoordinasikan antardaerah dalam penanganan pandemi.

“Masalah kisruh di Suramadu hanya satu contoh kecil betapa Pemprov Jatim tidak bisa memandu daerahnya dengan baik,” ujarnya.

Baca: Ipuk Komitmen Perkuat Tempat Isolasi Terpusat

Ketiga, kepemimpinan di Pemprov Jatim tidak cukup mampu memberi teladan yang bisa membuat publik pada akhirnya patuh pada berbagai aturan terkait penanganan pandemi. Masalah ulang tahun

“Gubernur, wagub, dan Sekda setali tiga uang dalam masalah pesta ulang tahun. Ketiganya tidak memberi teladan,” ujarnya.

Ketidakmampuan memberi teladan juga tampak dalam ikut sertanya Khofifah dalam pemilihan Ikatan Alumni (Ika) Universitas Airlangga.

“Ketika seluruh kepala daerah berjibaku hadapi pandemi, Gubernur Jatim malah nyalon ketua IKA UA, tentu dengan segenap upaya lobi dan manuver yang melelahkan, padahal semestinya energi beliau 100 persen fokus ngurus pandemi,” bebernya.

Quote