Ikuti Kami

Edy Ungkap Ada Kesenjangan Pelayanan Kesehatan Daerah Perkotaan & Wilayah Tertinggal

Untuk itu, perlu penguatan sistem jaminan sosial nasional, khususnya BPJS kesehatan agar prinsip sehat untuk semua bisa diwujudkan.

Edy Ungkap Ada Kesenjangan Pelayanan Kesehatan Daerah Perkotaan & Wilayah Tertinggal
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengungkapkan dalam pelayanan kesehatan antara daerah perkotaan dengan wilayah tertinggal masih terjadi kesenjangan. 

Untuk itu, perlu penguatan sistem jaminan sosial nasional, khususnya BPJS kesehatan agar prinsip sehat untuk semua bisa diwujudkan.

"Padahal dalam amanat konstitusi telah ditegaskan bahwa pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, sangat penting untuk dilakukan. Pasal 28 UUD 1945 jelas menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan. Itu artinya, setiap penduduk wajib menjadi peserta BPJS agar tidak kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan,” beber Edy.

Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik

Namun, persoalan paling serius menurutnya justru terletak pada ketimpangan akses layanan kesehatan antarwilayah. Ia mencontohkan, pasien jantung di Jakarta jauh lebih mudah mendapat perawatan dibandingkan warga di Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Maluku.

“Yang miskin malah lebih sulit mengakses layanan. Padahal prinsip jaminan kesehatan nasional adalah gotong royong, yang kaya membantu yang miskin,” tegasnya.

Menurutnya meski kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 90 persen, hanya sekitar 70 persen yang masih aktif. Kondisi ini menunjukkan masih ada 20–30 persen masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan.

“Itu menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan mereka kembali aktif,” kata Edy.

Pihaknya menegaskan, salah satu tantangan utama BPJS Kesehatan saat ini adalah keseimbangan antara pembiayaan dan kualitas layanan. Dengan iuran yang relatif murah dan konsep gotong royong, BPJS menghadapi tekanan finansial, terbukti dari rasio klaim yang kini mencapai 108 persen.

Untuk itu pihaknya mendesak pemerintah untuk memperluas pembangunan rumah sakit dan menambah jumlah dokter spesialis di daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

“Kalau dokter maunya di kota, sementara biaya pendidikan spesialis mahal, maka pemerintah harus membuat regulasi agar mereka mau ditempatkan di daerah terpencil,” ujarnya.

Pemerintah, kata Edy, sudah menambah dana sekitar Rp20 triliun dari APBN 2026 untuk memperkuat peserta penerima bantuan iuran (PBI), dan Rp2,5 triliun tambahan jika terjadi penyesuaian iuran bagi peserta mandiri.

Terkait pemutihan tunggakan peserta BPJS, Edy mengapresiasi rencana tersebut. Pihaknya melhat langkah itu bisa menyehatkan neraca keuangan lembaga tanpa melanggar konstitusi.

Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif

“Kebijakan ini bukan penghapusan kewajiban, tapi bentuk penyehatan agar peserta bisa kembali aktif membayar dan mendapatkan haknya,” kata Edy. 

Dalam konteks ketenagakerjaan, Edy juga mengingatkan pentingnya kepesertaan BPJS bagi semua pekerja, termasuk jurnalis. “Wartawan juga pekerja. Jika ada pemberi kerja, maka wajib mendaftarkan karyawannya pada BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

Dia juga menegaskan kembali, semangat dasar pembentukan BPJS adalah menjamin tidak ada warga miskin yang sakit dan harus memikirkan biaya. “Itu hak konstitusional warga negara yang harus dijaga negara,” ujar Edy

Quote