Ikuti Kami

Edy Nilai Putusan PN Makassar Menangkan Gugatan PT Nickel-Alloy Indonesia Rugikan Buruh

Edy menyebut bahwa, putusan ini bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia.

Edy Nilai Putusan PN Makassar Menangkan Gugatan PT Nickel-Alloy Indonesia Rugikan Buruh
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menilai Putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang memenangkan gugatan PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia terhadap buruh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) itu merugikan buruh.

Ia menyebut bahwa, putusan ini bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia. Dimana, Dalam putusan tersebut, majelis hakim dinilai telah melegalkan praktik kerja 12 jam per hari tanpa pembayaran upah lembur.

Diketahui bahwa, Komisi IX merupakan mitra dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, ia menilai bahwa, secara hukum, pengaturan jam kerja di Indonesia sudah tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif 

“Kedua regulasi tersebut menyatakan bahwa waktu kerja maksimal adalah 40 jam per minggu, yaitu 8 jam sehari untuk 5 hari kerja atau 7 jam sehari untuk 6 hari kerja. Bukan 42 jam seminggu. Selain itu, ketentuan jam lembur pun sudah dibatasi secara jelas, pada UU 13/2003: maksimal 3 jam lembur per hari dan UU 6/2023 maksimal 4 jam lembur per hari,” katanya.

Setiap kelebihan jam kerja wajib dibayar upah lembur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Mengacu pada aturan ini, maka menurut Edy putusan PN Makassar tersebut tidak hanya mengabaikan hak-hak buruh, tetapi juga bertentangan dengan hukum positif yang berlaku.

“Dalam konteks ini, majelis hakim seharusnya merujuk pada undang-undang yang berlaku,” tuturnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menyampaikan keprihatinannya sekaligus seruan moral agar pemerintah dan lembaga peradilan menegakkan prinsip keadilan sosial dalam setiap kebijakan dan putusan hukum.

“Negara tidak boleh menutup mata terhadap praktik kerja yang merugikan buruh. Keadilan sosial harus jadi dasar setiap putusan dan kebijakan ketenagakerjaan,” tutur Edy.

Edy menilai, putusan PN Makassar ini berpotensi menjadi preseden berbahaya bagi perlindungan tenaga kerja nasional. Dia mengingatkan, kerja 12 jam tanpa upah lembur bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi bentuk nyata ketidakadilan yang mencederai harkat kemanusiaan pekerja.

Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri

“Kita berbicara tentang manusia, bukan sekadar tenaga kerja. Hak untuk beristirahat, hidup layak, dan mendapatkan imbalan yang adil adalah prinsip dasar yang harus dijaga,” ujar Legislator Dapil Jawa Tengah III itu.

Lebih lanjut, Edy menegaskan bahwa Fraksi PDI Perjuangan berkomitmen memperjuangkan hak-hak buruh dan memastikan setiap keputusan negara berpihak pada keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. Dia juga mendorong pemerintah dan lembaga peradilan memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan aturan ketenagakerjaan serta memastikan setiap putusan hukum berpijak pada kepastian hukum dan perlindungan terhadap pekerja nasional.

“Kita harus kembali pada prinsip dasar, kerja manusia harus dilindungi, bukan dieksploitasi. Setiap kebijakan dan putusan hukum harus berdiri di atas nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.

Quote