Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyatakan kekagumannya sekaligus mengidentifikasi sejumlah tantangan serius akan tenun dan songket.
Kunjungan kerja lapangan yang diselenggarakan di Griya Kain Tuan Kentang di Palembang ini bertujuan untuk melihat langsung potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh industri kain lokal.
"Satu kata aja, Luar biasa," ujar Evita saat menilai potensi kain-kain wastra di Palembang.
Baca: Gerakan Menanam Pohon Harus Jadi Kesadaran Kolektif Bangsa
Tradisi menenun ini telah berlangsung lama, bahkan disebut beberapa rumah yang dikunjungi—seperti Rumah Kembar—memiliki usia mencapai 108 tahun. Isu paling mendesak yang disoroti adalah berkurangnya minat anak muda untuk mempelajari dan meneruskan keterampilan menenun. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menyebabkan punahnya warisan budaya yang telah dijaga turun-temurun.
Evita menjelaskan, tahapan awal menenun mungkin masih diminati, tetapi tahapan kedua yang lebih detail menjadi tantangan.
"Tadi kita juga bicarakan mengenai tantangan-tantangan ke depan itu bahwa semakin sedikitnya minat dari anak-anak muda ini untuk belajar menenun itu. Ini menjadi tantangan bagi kita," ujar Evita.
Isu regenerasi menjadi PR utama yang harus diselesaikan bersama Komisi VII dan Kementerian UMKM, dengan fokus untuk menumbuhkan minat bagi generasi muda agar warisan budaya ini tidak punah.
Selain regenerasi, Komisi VII juga membahas masalah klasik yang dihadapi pengrajin: permodalan dan bahan baku. Mayoritas bahan baku tenun saat ini masih didatangkan dari luar.
Di sisi pemasaran, Evita mendorong agar Kementerian UMKM dan Pemerintah Daerah lebih aktif membuka market bagi para penenun. Dia menekankan pentingnya partisipasi Pemda dalam pameran-pameran, baik di dalam maupun di luar negeri.
Baca: Ganjar Ingatkan Anak Muda Harus Jadi Subjek Perubahan
"Pameran justru lebih efektif, karena untuk produk seni, pembeli cenderung ingin melihat dan memastikan originality produk secara langsung. Pemerintah kami harap mempermudah pengrajin ikut pameran, yang terkadang terhambat oleh biaya booth yang mahal," tandasnya.
Evita juga menyoroti penyingnya Jaminan Pembeli (Guaranteed Buyer). Menurutnya, kesejahteraan pengrajin sangat bergantung pada laku atau tidaknya produk mereka. "Bagaimana mereka membuat tapi ada guaranteed buyer. Hal ini penting karena semangat pengrajin akan menurun jika produknya tidak laku," tegas Evita.
Sebagai tindak lanjut, Komisi VII berencana mendorong Kementerian UMKM agar program-programnya, khususnya untuk pelatihan dan peningkatan SDM, dapat dibawa ke Palembang menggunakan anggaran tahun depan.

















































































