Mataram, Gesuri.id – Anggota DPRD Provinsi NTB Fraksi PDI Perjuangan, Abdul Rahim, menyampaikan nota keberatan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025.
Dalam Rapat Paripurna DPRD NTB, Jumat (26/9/2025), ia menyoroti secara khusus komponen belanja daerah yang dinilai bermasalah, terutama terkait Belanja Tidak Terduga (BTT) dan penyertaan modal pada PT Gerbang NTB Emas (GNE).
“Nota keberatan kami menyangkut komponen belanja daerah, khususnya belanja BTT dan komponen pembiayaan PT GNE sebesar Rp8 miliar,” kata Abdul Rahim saat interupsi di hadapan pimpinan rapat, wakil gubernur, dan anggota DPRD NTB lainnya.
Rahim, yang akrab disapa Bram, mengungkapkan bahwa jawaban Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal yang disampaikan melalui Pj Sekda NTB Lalu Moh Faozal mengenai penggunaan BTT dan penyertaan modal PT GNE tidak komprehensif serta tanpa data pendukung yang jelas.
Ia menegaskan, penggunaan BTT harus sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, yakni hanya diperbolehkan untuk keadaan darurat yang tidak bisa diprediksi, seperti bencana alam, bencana sosial, dan kejadian luar biasa. Namun, kenyataannya, Gubernur NTB menerbitkan Pergub Nomor 06 Tahun 2025 tentang Pergeseran Anggaran yang dua kali menggeser anggaran BTT.
“Pergerseran pertama pada 28 Mei 2025 senilai Rp130 miliar dan pergeseran kedua Rp210 miliar,” ujarnya.
Alhasil, kata Rahim, sisa BTT hanya Rp160 miliar dari total Rp500 miliar di APBD murni. Sementara realisasi penggunaan BTT tercatat Rp484 miliar lebih, sehingga menyisakan sekitar Rp16 miliar di APBD-P. Ia menilai rincian penggunaan dana tersebut belum pernah dilaporkan secara transparan kepada DPRD.
“Apalagi, dana BTT yang tidak dilaporkan secara transparan akan rentan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” tegasnya.
Selain BTT, PDI Perjuangan juga menolak penyertaan modal Rp8 miliar kepada PT GNE. Rahim menyebut, hingga kini tidak ada dokumen studi kelayakan usaha, analisis risiko, maupun hasil audit BPK yang mendukung penyertaan modal tersebut.
“PT GNE hingga kini justru dalam kondisi tidak sehat secara keuangan,” katanya.
Ia menambahkan, PT GNE memiliki tanggungan utang Rp26,7 miliar, tunggakan pajak Rp3,13 miliar, serta kerugian usaha Rp3,37 miliar pada tahun 2024. Dengan kondisi tersebut, Rahim menilai penyertaan modal tidak tepat dilakukan.
“Kami meminta pemerintah provinsi lebih transparan dan berhati-hati agar kebijakan APBD tidak menimbulkan persoalan hukum maupun kerugian keuangan daerah di masa mendatang,” pungkasnya.

















































































