Jakarta, Gesuri.id - DPR kembali melayangkan kritik keras terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk setelah pemerintah kembali mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) jumbo senilai Rp23,67 triliun. Dalam rapat bersama direksi Garuda, Senin (1/12/2025), Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, menyampaikan ultimatum bahwa suntikan dana publik itu tidak boleh lagi menjadi rutinitas tahunan untuk menutup masalah yang tidak kunjung dibenahi.
Darmadi, yang dikenal lugas dalam isu BUMN: menyebut kondisi Garuda sudah terlalu sering ditolong negara namun tidak menunjukkan perbaikan fundamental. Ia mengingatkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Garuda telah empat kali menerima penyelamatan finansial, tetapi tetap tidak pulih dari kerentanan struktural.
“Apakah Bapak Ibu di sini bisa menjamin bahwa 23,67 Triliun ini benar-benar membuat Garuda going concern? Dua-tiga tahun lagi apakah tidak akan datang lagi minta bantuan? Garuda sudah empat kali disuntik, tapi tidak sembuh-sembuh,” tegas Darmadi, mempertanyakan serius efektivitas transformasi yang selama ini diklaim manajemen.
Ia juga menyoroti laporan keuangan terbaru Garuda yang menunjukkan total liabilitas mencapai 8,288 miliar dolar AS atau sekitar Rp136 triliun. Angka tersebut, menurutnya, menghancurkan optimisme bahwa PMN kali ini dapat memperbaiki kesehatan perusahaan secara berkelanjutan.
“Ekuitas Bapak masih negatif. Bagaimana menjamin keberlanjutan kalau ekuitas negatif belum ditutup?” ujarnya, mengkritik keras lambannya pembenahan mendasar di tubuh maskapai pelat merah itu.
Tak hanya soal keuangan, Darmadi juga mempertanyakan prioritas dalam strategi reformasi Garuda. Ia menyoroti bahwa peningkatan tata kelola biaya justru ditempatkan pada prioritas terakhir dari 11 pilar transformasi, padahal kebocoran biaya menjadi sumber krisis Garuda selama bertahun-tahun.
“Peningkatan tata kelola biaya itu ditaruh paling akhir. Apa maksudnya? Tidak ada disiplin biaya dari awal? Atau memang tidak bisa dikendalikan?” ucapnya dengan nada tajam. Menurutnya, tata kelola biaya seharusnya menjadi fondasi utama sejak awal, bukan pelengkap.
Dalam rapat itu, Darmadi menegaskan ada dua persoalan struktural yang harus diputuskan dengan tegas jika Garuda benar-benar ingin keluar dari lingkaran krisis: rute-rute merugi yang terus membakar arus kas, serta beban leasing dan maintenance pesawat yang selama ini menjadi sumber tekanan finansial paling berat.
“Rute merugi akan terus membakar uang kalau tidak diputuskan. Beban leasing dan maintenance bisa menenggelamkan cash flow Bapak,” ujar Darmadi.
Komisi VI DPR kemudian menegaskan bahwa PMN 2025 senilai Rp23,67 triliun harus menjadi suntikan terakhir. DPR meminta komitmen eksplisit bahwa setelah dana negara digelontorkan, Garuda wajib mampu bertahan tanpa kembali membebani APBN.
Dengan tekanan DPR yang semakin kuat, masa depan transformasi Garuda kini berada pada ujung tanduk. Reformasi struktural tak lagi bisa ditunda—dan tidak boleh berhenti pada presentasi PowerPoint atau janji-janji tak terbukti. Garuda dituntut menunjukkan perubahan nyata, atau kembali menanggung risiko hilangnya kepercayaan publik, regulator, dan pemegang saham negara.

















































































