Ikuti Kami

Gelar Doktor HC, Puan: Kerja Keras Capai Eksistensi Politisi

Puan menceritakan perjuangannya sebagai politisi hingga berhasil menjadi orang nomor satu di DPR.

Gelar Doktor HC, Puan: Kerja Keras Capai Eksistensi Politisi
Ketua DPR RI Puan Maharani saat pidato ilmiahnya dalam upacara pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa dari Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan, Senin (7/11/2022). (istimewa)

Busan, Gesuri.id - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pidato ilmiah dalam upacara pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa dari Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan. Ia menceritakan perjuangannya sebagai politisi hingga berhasil menjadi orang nomor satu di DPR.

Pengukuhan Puan sebagai Doktor Honoris Causa digelar di College Theatre PKNU yang berada di Busan, Senin (7/11/2022). Mengawali pidato ilmiah itu, ia bercerita mengenai latar belakang keluarganya.

Baca: Puan Dikukuhkan Sebagai Doktor Honoris Causa di Korsel

“Saya terlahir di lingkungan keluarga politisi negarawan. Sebagaimana kita ketahui bersama, kakek kami, Dr. Hc. Ir. Soekarno atau Bung Karno adalah salah satu founding fathers bangsa Indonesia, Proklamator Kemerdekaan Negara Indonesia dan Presiden Pertama Republik Indonesia,” ungkap Puan.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini juga menyinggung soal kiprah politik ibundanya, Megawati Soekarnoputri dan almarhum sang ayah, Taufiq Kiemas. Puan mengatakan, terlahir dari keluarga politisi memiliki peranan besar hingga ia pun memilih jalur politik dalam karirnya.

“Kita tidak dapat memilih dilahirkan di mana dan di keluarga siapa. Saya bersyukur, Alhamdulillah, karena Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, mentakdirkan saya dilahirkan di keluarga Ibu Mega dan Almarhum Taufiq Kiemas,” tuturnya.

Puan mengatakan, ia mengungkap latar belakangnya untuk menyampaikan bahwa meskipun ia berasal dari lingkungan keluarga politik negarawan, namun tidak berarti dirinya dengan serta merta menjadi seorang politisi dan praktisi kenegaraan. 

“Diperlukan upaya dan kerja keras diri sendiri, untuk dapat membuktikan diri dan tanggung jawab dalam mencapai eksistensi politisi yang diakui oleh publik,” ujar Puan.

“Nasib kita bukanlah hal yang harus ditunggu, tetapi nasib kita adalah hal yang harus dicapai dengan memilih jalan, menempuh, dan meraihnya dengan perjuangan,” lanjutnya.

Puan lalu mengisahkan awal mula ia masuk ke dunia politik. Bermula dari pergumulan dialektika pemikirannya ketika tahun 2004 saat Pemilu Presiden secara langsung dilaksanakan pertama kali di Indonesia. Ketika itu, Megawati yang juga merupakan Ketua Umum PDI Perjuangan sedang menjabat sebagai Presiden ke-5 RI.

“Saya bertanya kepada kedua orang tua saya ‘Mengapa PDI Perjuangan, yang saat itu sebagai partai yang memerintah, tidak dapat memenangkan Pemilu?’. Saat itu, jawaban yang diberikan kepada saya adalah bahwa jawaban itu hanya dapat dijelaskan apabila saya sendiri menyelami kehidupan partai politik dan perpolitikan negara,” papar Puan.

“Mulai saat itulah, saya mengikuti kegiatan berpolitik, dengan aktif dalam kegiatan PDI Perjuangan. Sehingga secara bertahap saya dapat memahami dinamika dan dialektika politik,” sambungnya.

Puan menyebut, dalam berpolitik benturan berbagai kepentingan lumrah terjadi. Hal ini mengingat proses pengambilan keputusan kolektif yang semuanya berkaitan dengan institusi negara, kepentingan publik, serta distribusi kekuasaan, kekayaan dan sumber daya.

“Dalam ber-Politik untuk mengendalikan tatanan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, maka kita membutuhkan Ideologi sebagai Meja Statis dan Leidstar Dinamis,” kata Puan.

Meja statis yang dimaksud adalah satu dasar yang statis dan dapat mengumpulkan seluruh elemen bangsa. Sementara Leidstar Dinamis maksudnya adalah penuntun arah perjalanan bangsa. 

Puan lalu menjelaskan rumusan susunan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Lima prinsip dasar falsafah Indonesia itu yakni Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaann dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Sejak Proklamasi, 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa, telah merancang pengelolaan kekuasaan negara yang demokratis, dimana terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” urai mantan Menko PMK itu.

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui fungsi-fungsi MPR RI, DPR RI, DPD RI, Pemerintah, serta Kekuasaan Kehakiman, dengan tata pengelolaan kekuasaan yang menganut prinsip check and balances,” imbuh Puan.

Adapun sistem ketatanegaraan dengan prinsip checks and balances di Indonesia merupakan wujud penyelenggaraan negara yang demokratis. Puan menerangkan, demokrasi di Indonesia berjiwakan pada Pancasila sehingga kebijakan negara diarahkan untuk mempersatukan seluruh rakyat, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan seluruh rakyat, serta mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa.

“Politik pembangunan Indonesia berdasarkan ideologi Pancasila, yang dapat menciptakan Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat, adalah dengan Haluan Politik Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ucapnya.

Meski begitu, kata Puan, bukan berarti Indonesia anti budaya asing. Ia menegaskan, Indonesia tidak dapat mengisolasi diri dari interaksi budaya asing sebagai bagian dari masyarakat dunia.

“Akan tetapi dengan kepribadian jiwa bangsa yang kuat, maka budaya asing yang positif akan kami saring dan apabila bersesuaian dengan kepribadian bangsa Indonesia akan kami larutkan dalam kebudayaan nasional,” terang Puan.

Kemajemukan budaya Indonesia yang tenteram dan damai disebut dapat menyumbang inspirasi kepada dunia bahwa kemajuan bangsa dan kearifan tradisi Indonesia yang plural tidak saling menegasikan, apalagi meniadakan satu sama lain. Puan menyatakan perbedaan dan kemajemukan budaya lokal merupakan tamansari budaya dunia.

“Prioritas pada agenda Pembangunan Manusia Indonesia diarahkan pada upaya meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia, yang meliputi akhlak, knowledge, skills, expertise, dan etos kerja, serta kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa melalui perbaikan kinerja sektor kesehatan, pendidikan, R&D (penelitian dan pengembangan),” ujarnya.

“Hal ini sangat penting karena pemulihan ekonomi dan transformasi struktural ekonomi hanya akan berhasil jika didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta kapasitas IPTEK dan inovasi yang mumpuni,” tambah Puan.

Puan lantas menyinggung pembangunan ibu kota negara baru Indonesia, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai agenda strategis Indonesia ke depan. Ia mengatakan, IKN Nusantara diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, menjadi simbol identitas nasional, dan menjadi kota dunia ideal yang dapat menjadi acuan dunia.

“Dengan penajaman dan penguatan agenda tersebut diharapkan akan memperkuat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, mempercepat transformasi ekonomi, dan memperbaiki struktur tatanan ekonomi yan lebih berkeadilan dan mensejahterahkan rakyat,” katanya.

Lebih lanjut, Puan berbicara soal kemajuan dan tantangan pada tataran global. Menurutnya, masyarakat dunia harus memiliki kesadaran, kemauan, dan komitmen untuk memperbaiki tatanan globalisme saat ini untuk menciptakan dunia yang lebih humanis, tenteram, damai dengan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Puan pun menyinggung soal penetapan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait agenda bersama Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia secara global dengan berprinsip bahwa tidak ada satupun tertinggal atau ‘no one left behind’.

“Diperlukan adanya Harapan Baru (New Hope) dalam mengelola tata dunia yang lebih humanis, ramah, tenteram dan sejahtera bagi semua orang,” sebut Puan.

Ditambahkannya, masyarakat dunia perlu mengubah paradigma winner takes all dan zero sum menjadi win-win dalam hubungan antar negara. Bagi Indonesia, kata Puan, agenda bersama untuk membangun kemajuan bersama, toleransi, dan keadilan selaras dengan Ideologi Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila atau disarikan menjadi Gotong Royong.

“Gotong Royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan. Pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu binantu bersama. Amal semua untuk kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. One For All, All For One,” ungkapnya.

Puan lalu menyebut demokrasi menjamin partisipasi warga bangsa dalam mengartikulasikan hak politik, hak sosial, hak budaya dan hak ekonomi. Ia menegaskan, demokrasi juga memberikan ruang artikulasi kaum perempuan dalam segala bidang. 

“Menyertakan perempuan dalam setiap jabatan bukan sebagai kebijakan afirmatif, akan tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan harkat dan martabat manusia,” kata Puan.

Seperti diketahui, populasi perempuan di seluruh dunia mencapai 49% atau lebih dari 3,8 miliar jiwa. Puan mengatakan, perempuan saat ini pun telah banyak aktif dan mengambil peran yang strategis alam setiap kegiatan di segala bidang. Mulai dari Presiden, Perdana Menteri, Ketua Parlemen, Menteri, Ekonom, Pakar Teknologi, dan lain sebagainya.

“Namun perempuan juga masih menghadapi berbagai kendala yang dapat berasal dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi maupun politik. Oleh karena itulah, masih diperlukan berbagai upaya edukasi, sosialisasi, advokasi dan fasilitasi dalam rangka memperkuat peran perempuan,” jelas ibu dua anak itu.

Puan mengatakan, inti dari pembangunan kesetaraan dan keadilan gender bukanlah meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan pelakunya laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut juga sama halnya dengan tidak membedakan pelaku aktivitas kehidupan karena perbedaan warna kulit, ras, dan keyakinan.

Baca: Puan Teruskan Legacy Bung Karno & Megawati untuk Korsel

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayapnya sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali,” ucap Puan.

“Inilah semangat yang juga harus kita tanamkan bersama dalam membangun kehidupan demokrasi, di mana perempuan dan laki-laki dalam harkat, martabat, kemajuan dan kesejahteraan yang sama.
Negara tidak mungkin sejahtera dan maju jika para perempuannya tertinggal,” tambahnya.

Di akhir pemaparannya, Puan menyatakan pidato ilmiahnya merupakan salah satu wujud tanggung jawab akademis-intelektualnya di hadapan Rektor, Dewan Senat Guru Besar, Sivitas Akademika PKNU, dan para undangan yang menghadiri pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa.

“Semoga Pidato Ilmiah ini dapat menyumbangkan pemikiran bagi masyarakat dunia untuk bergotong royong membangun dunia yang lebih humanis, maju, sejahtera, adil, damai, dan berkelanjutan,” pungkas Puan.

Quote