Ikuti Kami

Isu PKI Muncul, PDI Perjuangan & Institusi DPR RI Dirugikan

Sebelum menjadi anggota DPR, untuk menjadi caleg, setiap orang termasuk Ribka Tjiptaning discreening dan surat bebas PKI dari Kepolisian.

Isu PKI Muncul, PDI Perjuangan & Institusi DPR RI Dirugikan
Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam dalam diskusi virtual bertema “Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI” yang dipandu Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa (7/7). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - PDI Perjuangan sebagai partai nasionalis terbesar di Indonesia telah dirugikan akibat tudingan tak berdasar yang juga secara otomatis telah merugikan institusi DPR RI. 

Sebagai contoh, partai seperti PDI Perjuangan yang memiliki anggota bernama Ribka Tjiptaning karena menulis sebuah buku tentang pengalamannya sebagai anak dari orang tua yang dituduh PKI. 

Sampai sekarang, Ribka dianggap PKI, DPR dianggap mengakomodasi PKI, dan PDI Perjuangan dituduh mempunyai 85 persen anggota bekas PKI.

Baca: Isu PKI Serang PDI Perjuangan, Orba Ingin Berkuasa di 2024

Hal itu terungkap dalam diskusi virtual 'Ngeri-ngeri Kebangkitan PKI" yang dipandu Bonnie Triyana di Jakarta, Selasa (7/7).

Padahal, sebelum menjadi anggota DPR, untuk menjadi caleg saja, setiap orang termasuk Ribka harus ada screening dan surat bebas PKI dari Kepolisian. Sehingga seorang anggota PKI takkan mungkin lolos. 

"Itu bagi pandangan saya seharusnya diluruskan. Kalau seseorang jadi PKI, anaknya tak menanggung dosa dia. Itu sama dengan jika seorang ayah melanggar hukum, anaknya kan tak harus diadili. Kita tak menganut dosa turunan. Kalau ortunya PKI atau ormas kiri, anaknya tak otomatis menganut komunis. Apalagi ajaran itu tak bisa lagi dikembangkan di Indonesia," beber Profesor Riset bidang sejarah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam di acara virtual tersebut.

"Maka jika masih ada yang menuduh PKI, seharusnya dia dipaksa membuktikan atau dilaporkan ke pengadilan," Asvi Warman Adam menambahkan.

Dan kalau buku Ribka sendiri dibaca, lanjut Asvi, isinya adalah soal pengalaman hidupnya yang menderita setelah ayahnya, sebagai pengusaha yang berhubungan dengan banyak orang ditangkap rezim Orba karena alasan PKI pada 1965. 

Ribka bercerita lewat bukunya, soal bagaimana kesulitan hidup pasca ayahnya ditangkap, berjualan sayur dan lemper, demi menghidupi keluarga. 

"Jadi isinya penderitaan anak yang kebetulan ayahnya dituduh PKI. Gus Dur dalam kata pengantar buku itu menulis dengan alasan kemanusiaan, bahwa ada satu orang anak perempuan distigma PKI, sehingga mengalami berbagai hambatan di kehidupannya,' kata Asvi.

"Tak ada sama sekali di buku itu bahwa 85 persen PDI Perjuangan itu PKI. Kalau Alfian Tanjung menyatakan itu, harusnya dia diadili. Ini perlu ditekankan, meskipun ortunya dituduh PKI, anaknya belum tentu. Jadi hemat saya, jangan ada lagi tuduhan PKI di DPR atau di partai tertentu."

Asvi lalu membandingkan kisah Ribka dengan Okky Asokawati, mantan anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini pindah ke Partai Nasdem. Okky adalah anak dari AKBP Anwas Tanuamidjaja, orang kedua setelah Letkol Untung, dalam peristiwa G30S/PKI. 

Baca: Isu "Kebangkitan PKI" Dihembuskan Para Pemuja Takhayul!

Okky pun mengalami penderitaan yang sama dengan Ribka karena ayahnya ditahan belasan tahun. Dengan topangan ibunya mengajar les piano, Okky berkarir sebagai peragawati, yang kerap dilakukannya sembari mengunjungi ayahnya di tahanan.

"Okky tak memilih ayahnya jadi komandan G30S. Tapi faktanya demikian. Okky sendiri bukan komunis dan bahkan solehah. Tak ada skandalnya sebagai bintang film, sebagai anggota DPR juga diteladani. Bukunya tak dipermasalahkan orang karena judulnya 'Jangan Menoleh Ke Belakang'. Beda sama Ribka. Padahal ayahnya orang kedua di G30S. Tapi ini bukan salah Okky sehingga ayahnya ditangkap dan ditahan," ulasnya.

Satu lagi adalah kisah Reza Rahardian, aktor terkenal saat ini yang memiliki nenek bernama Fransisca Casparina Fanggidaej. Neneknya itu merupakan anggota Parlemen Indonesia yang kebetulan di tahun 1965 sedang berada di Beijing. 

Mengetahui situasi politik terkait PKI saat itu, Fransisca memilih bertahan dan tak kembali supaya anak serta keluarganya tak dikaitkan dengan PKI. Padahal, Fransisca sudah berjuang untuk kemerdekaan RI dan ikut terlibat di perjuangan 10 November 1945 di Surabaya.

"Dia dekat Soekarno, dan takut pulang. Selama 20 tahun di Tiongkok, lalu minta suaka ke Belanda. Dari sana dia mengabarkan ke keluarganya bahwa dia masih hidup. Bayangkan dia memendam rahasia 20 tahun. Bayangkan hidup anaknya di Indonesia. Dia khawatir kalau anaknya dia beritahu pada 1965, anak-anaknya ditangkap," kata Asvi, pria kelahiran Sumatera Barat itu.

Bagi Asvi, sama seperti anak keluarga terkait pemberontakan DI/TII, PRRI/Permesta, dan RMS, seharusnya anak-anak keluarga yang dikaitkan PKI tak menjadi korban. Sebab kesalahan orang tua tak seharusnya menjadi tanggung jawab anak dan cucu.

"Saya ingin katakan bahwa partai dan DPR itu bersih dari PKI. Jangan ada tuduhan lagi. Tak ada partai yang PKI sekarang ini. Kalau ada buktinya langsung laporkan ke bareskrim. Tak ada di parlemen kita itu PKI. Bahaya laten PKI adalah halusinasi menurut saya," pungkas Asvi.

Quote