Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan atau Alit Kelakan, meminta Pemerintah Kabupaten Tabanan segera melakukan pemetaan ulang posisi Kawasan Subak Jatiluwih seperti semula sesuai penilaian UNESCO yang menetapkannya sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).
Permintaan ini disampaikan Alit Kelakan saat memberikan pandangan terkait polemik Jatiluwih di Denpasar, Minggu (7/12).
"Langkah cepat yang harus dilakukan adalah pertama persolan ini mesti kita sekesaikan bersama antara pemerintah daerah dan legislatif khususnya Kabupaten Tabanan," kata Alit Kelakan.
Menurutnya, pemetaan ulang diperlukan untuk memastikan apakah terdapat pergeseran prinsip atau pelanggaran aturan, termasuk kemungkinan keterlibatan pelaku bisnis besar yang berada di kawasan tersebut. Evaluasi ini menurutnya penting agar kebijakan tidak hanya berdampak pada masyarakat kecil atau UMKM di wilayah subak yang mayoritas merupakan petani pemilik lahan.
Setelah evaluasi menyeluruh dilakukan, Alit Kelakan mendorong Pemerintah Kabupaten Tabanan melakukan pendampingan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal. Ia menegaskan bahwa petani lokal telah menanggung beban besar sejak kawasan tersebut ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia pada 2012.
Oleh karena sebagian besar sawah milik warga harus dipertahankan dengan nilai ekonomi yang tidak sebanding dengan beban mereka, Alit Kelakan menekankan pentingnya solusi jangka panjang. Penyelesaian tersebut, kata dia, harus memastikan lahan pertanian tetap dipertahankan, namun kesejahteraan petani lokal juga ikut meningkat.
Terkait keberadaan Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali, Alit Kelakan menyatakan dukungannya. Ia menilai pansus tersebut memiliki tujuan baik untuk menjaga dan merawat Bali bagi generasi mendatang.
Namun tidak cukup dengan niat baik semata, tanpa dilakukan upaya-upaya penyelamatan juga terhadap masyarakat lokal/petani disana dari keterhimpitan ekonomi dari kuasa pemilik modal besar.
Ia meminta eksekutif dan legislatif segera berdialog dengan masyarakat lokal untuk merumuskan terobosan dalam pemberdayaan ekonomi, tanpa mengorbankan hak-hak warga. Alit Kelakan mengingatkan pentingnya menjaga agar seluruh aturan yang telah disepakati tetap dipatuhi.
"Dengan tetap menjaga jangan sampai aturan yang sudah disepakati dilanggar," tegasnya.
Ia juga menyoroti indikasi lemahnya pengawasan oleh pihak berwenang, yang menurutnya perlu segera dibenahi. Pengawasan intensif dan komunikasi berkelanjutan dengan masyarakat lokal dinilai sangat penting agar warga tidak merasa hanya menjadi korban kebijakan.
Sehingga masyarakat lokal tidak merasa menjadi korban kebijakan yang disatu sisi seolah-olah mengharumkan nama Bali bahkan Indonesia, akan tetapi masyarakat lokal tidak mersakan mendapatkan manfaat dan insentif dari kebijakan tersebut.
Menurutnya, kuatnya arus modal besar justru membuat masyarakat lokal hanya menjadi penonton dan tidak berdaya. Karena itu, menjaga Bali tidak hanya berarti merawat alam dan budaya, tetapi juga merawat manusia Bali melalui peningkatan ekonomi dan pendidikan.
Ia menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk hadir menyelamatkan manusia Bali. Tanpa tindakan nyata, ia memperingatkan risiko jangka panjang yang bisa terjadi.
"Kalau tidak nanti jangka panjangnya. Masyarakat Bali akan menjadi frustasi dan ujung-ujungnya akan seperti masyarakat Betawi yang terusir dari ekosistemnya," pungkasnya.

















































































