Kotim, Gesuri.id - Ketua DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) Rimbun dari Fraksi PDI Perjuangan menegaskan, pemerintah harus menghentikan penerbitan izin baru pembukaan lahan sawit, terutama yang menyebabkan pembabatan hutan di wilayah hulu sungai.
Muncul informasi bahwa perusahaan berinisial PT BSL, anak usaha PT BUM di Kecamatan Antang Kalang, diduga kembali membuka hutan, padahal izin perusahaan tersebut telah dicabut.
"Lakukan evaluasi dan jika memang sudah terlanjur dicabut, jangan ada lagi buka lahan untuk membabat hutan," tegas Rimbun, Kamis (4/12).
Ia menilai rentetan bencana banjir dan longsor yang terjadi di berbagai daerah seperti Aceh dan sebagian Sumatera harus menjadi peringatan keras bagi Kotim.
Karena itu, ia meminta agar seluruh rencana pembukaan lahan dihentikan, terutama di kawasan hulu yang menjadi penyangga penting daerah aliran sungai.
"Jangan ada lagi izin keluar untuk pembukaan lahan sawit yang membabat hutan. Apalagi di hulu sungai. Banjir dan longsor itu akibat jelas dari pembabatan hutan," ujar legislator daerah pemilihan 5 tersebut.
Ia juga mendorong pemerintah daerah dan instansi teknis melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin perusahaan. Jika ditemukan kawasan yang berpotensi merusak lingkungan, maka izin tersebut harus ditinjau ulang.
Rimbun bahkan mengusulkan sejumlah kawasan yang masih memiliki tutupan hutan kuat dijadikan hutan adat sebagai upaya perlindungan jangka panjang bagi masyarakat setempat.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, pengakuan wilayah adat bukan hanya menjaga kelestarian lingkungan tetapi juga menjaga hak masyarakat yang bergantung pada hutan.
Diberitakan sebelumnya, di tengah bencana banjir dan longsor di Aceh dan sejumlah wilayah Sumatera yang menelan ratusan korban jiwa dan menyebabkan ribuan warga mengungsi, ironi justru terjadi di Kotim.
Ketua DAMANDA (Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah) Kotim, Hardi P Hady, menilai aktivitas pembukaan lahan di Antang Kalang ini menunjukkan lemahnya komitmen perlindungan lingkungan.
Warga melaporkan bahwa land clearing dilakukan di kawasan yang sebelumnya masuk skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yaitu lahan yang seharusnya dikembalikan untuk masyarakat, bukan diekspansi perusahaan.
Kondisi ini dinilai bertolak belakang dengan upaya global mengendalikan perubahan iklim, seperti kebijakan EU Deforestation Regulation (EUDR).
Lebih ironis lagi, PT BSL (Bintang Sakti Lenggana) di bawah NT CORP sebelumnya termasuk dalam daftar perusahaan yang izinnya telah dicabut oleh Kementerian LHK melalui SK No. 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. Namun laporan warga menunjukkan aktivitas perusahaan kembali terlihat di lapangan.

















































































