Ikuti Kami

Megawati: Pancasila, KAA, GNB Relevan untuk Perdamaian Dunia

Megawati: Perdamaian abadi merupakan salah satu tujuan bernegara bangsa Indonesia. 

Megawati: Pancasila, KAA, GNB Relevan untuk Perdamaian Dunia
Presiden Kelima RI, Prof.Dr (HC) Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya di Jeju Forum for Peace and Prosperity tahun 2022, di Jeju, Korea Selatan, Kamis (15/9).

Jeju, Gesuri.id - Presiden Kelima RI, Prof.Dr (HC) Megawati Soekarnoputri mendorong agar spirit Pancasila dan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 dan Gerakan Non Blok (GNB) diadopsi oleh negara-negara di dunia untuk menghentikan peperangan dan menciptakan perdamaian.

Dijelaskan Megawati, perdamaian abadi merupakan salah satu tujuan bernegara bangsa Indonesia. 

Baca Megawati Serukan Stop Perang! Perdamaian Dunia Mendesak

“Kami memiliki credo: “bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Begitu bunyinya,” kata Megawati dalam pidatonya di Jeju Forum for Peace and Prosperity tahun 2022, di Jeju, Korea Selatan, Kamis (15/9). 

Megawati agak terisak saat menyampaikan kata-kata itu.

Megawati menjadi pembicara kunci di Jeju Peace Forum itu bersama mantan Sekjen PBB Ban Ki Moon dan Gubernur Maryland AS Larry Hogan.

Kembali ke Megawati. Dia mengatakan, harus diingat pula bahwa perdamaian dunia hanya dapat diwujudkan, apabila setiap negara menghormati kedaulatan suatu negara dan menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan dalam sistem internasional; serta mengedepankan penyelesaian konflik melalui perundingan. 

Belajar dari sejarah, kata Putri Proklamator RI Ir. Soekarno itu, ketika dunia terbagi dalam dua blok yang saling bertikai, bangsa Asia dan Afrika memberikan kontribusi penting. Itulah Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non Blok yang menjadi jawaban terhadap Perang Dingin. 

“Spirit konferensi tersebut tetap relevan hingga saat ini. Spirit yang menjadi jembatan perdamaian dan terciptanya solidaritas antar bangsa untuk bersatu mengakhiri segala bentuk perang dan tindakan kekerasan atas nama kepentingan nasional suatu negara,” ujar Megawati dengan sepenuh hati sambil terisak.

Megawati juga menyampaikan pandangan Bapak Bangsa dan sekaligus Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Bahwa selama dunia masih diwarnai ketidakadilan dan penjajahan dalam segala bentuknya, maka sistem internasional akan selalu bersifat anarkis. 

Dijelaskannya, Soekarno berpidato di PBB pada tahun 1960, yang dikenal dengan To Build The World A New. Saat itu, Bung Karno menyerukan pentingnya penguatan kewenangan PBB di dalam menciptakan perdamaian. Syaratnya, PBB harus melakukan reformasi internal, dengan menempatkan setiap anggota PBB memiliki kedudukan yang sama dan sederajat, tanpa adanya preferensi hak veto. 

“Itulah demokratisasi di lembaga dunia tersebut. Dalam upaya ini, guna memperkuat seluruh landasan filosofi kelahiran PBB, Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila menjadi bagian Piagam PBB,” ujar Megawati.

Pancasila, adalah lima prinsip dasar, terdiri dari Ketuhanan; Kemanusiaan; Persatuan; Demokrasi; dan Keadilan Sosial. Menurutnya, kelima prinsip tersebut bersifat universal. 

Baca Megawati Dukung Peningkatan Hubungan Jeju & Sulut

“Dengan Pancasila, persaudaraan dunia dibangun, agar bangsa-bangsa hidup berdampingan secara damai, dan berjuang bersama bagi dunia yang lebih makmur dan berkeadilan,” kata Megawati.

“Gagasan pokok untuk mewujudkan tata dunia baru tersebut tetap relevan dalam situasi apapun. Dunia yang damai, makmur, dan berkeadilan adalah suara seluruh warga bangsa; suara umat manusia tanpa kecuali. Melalui Jeju Forum ini, marilah kita bergandengan tangan dalam satu solidaritas bangsa-bangsa yang mendambakan perdamaian abadi. Seluruh komitmen perdamaian tersebut dimulai dari sini, dari Jeju, bumi perdamaian,” pungkas Megawati.

Menghadiri Jeju Peace Forum, Megawati ditemani oleh Dubes RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto, Bendahara DPP PDI Perjuangan Olly Dondokambey, Ketua DPP PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri,  Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dan Samuel Wattimena.

Quote