Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengoptimalisasi dan memperbaiki kinerjanya sebab selama ini terlalu banyak menerima keistimewaan dari pemerintah.
"Padahal kinerjanya tak optimal dan tarif listrik di Indonesia termasuk termahal karena tarif listrik rumah tangga di Malaysia lebih murah daripada tarif listrik dari PLN di Indonesia. Bila dibandingkan dengan Vietnam, tarif listriknya Indonesia juga masih lebih mahal," kata Mufti dalam siaran persnya yang diterima di Surabaya, Selasa (29/3).
Mufti yang sebelumnya ikut rapat dengar pendapat bersama jajaran direksi PLN menyinggung bahwa PLN terlalu banyak dimanja pemerintah sehingga susah melakukan perubahan.
Baca: Rahmad Minta Negara Tak Boleh Kalah Akan Mafia Migor
"Masih ingat kita ketika ribut-ribut larangan ekspor batu bara pada Januari 2022, pemerintah merespons permintaan PLN untuk mengamankan batu bara domestik dengan harga khusus pula," kata Mufti.
Mufti juga mencontohkan harga untuk pembangkit listrik menggunakan gas. Pemerintah menetapkan harga gas untuk kelistrikan 6 dolar AS per mmbtu, sementara harga LNG sudah berkisar 25 dolar AS per mmbtu.
"Biaya pokok produksi PLN sudah sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Vietnam, tetapi mengapa harga listrik di Indonesia tetap tinggi. Ada masalah efisiensi di PLN, serta tentu saja utang yang menumpuk menyebabkan upaya peningkatan kehandalan melalui operation expenditure (OPEX) menjadi rendah," katanya.
Mufti yang juga mantan Ketua HIPMI Jatim menyoroti keandalan pelayanan listrik karena pemadaman masih saja terus terjadi.
Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, PLN menyatakan terus menjaga keandalan pembangkit listrik dan berhasil mengurangi susut jaringan, namun kenyataannya pemadaman masih terus terjadi.
Baca: Kelangkaan Minyak Goreng, Mufti 'Sentil' Mendag Saat Raker
"Artinya, pengguna listrik harus siap sewaktu-waktu listrik padam. Kapan? Tidak ada yang tahu," katanya.
Mufti lantas membeberkan angka keandalan layanan dengan menggunakan indeks lama gangguan (System Avarage Interruption Duration Index/SAIDU) dan indeks frekuensi gangguan yang menghitung banyaknya jumlah gangguan per pelanggan (System Average Interruption Frequency Indeks/SAIFI).
"Belum ada data resmi dari PLN, tetapi dari laporan PLN untuk 2020 indeks SAIDI mencapai 763,13 menit per pelanggan dalam jam, akan mencapai 12,72 jam per tahun. Jangan lihat jamnya yang seolah-olah disetahunkan kecil, tetapi juga indeks jumlah gangguan SAIFI yang mencapai 9,25 kali. Artinya sangat sering terjadi, dan ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat maupun dunia usaha," katanya.