Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI My Esti Wijayati menyoroti kasus pungutan liar (pungli) dan manipulasi data dalam proses seleksi penerimaan murid baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026.
Ia mengatakan praktik pungli ini harus ditindak tegas.
Politikus PDI Perjuangan tersebut menyebutkan dirinya menerima laporan praktik pungli, termasuk dugaan jual beli kursi di empat sekolah menengah pertama (SMP) di Bandung. Ia menyebut pungli yang diminta berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 8 juta untuk satu kursi.
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
"Praktik pungli dan manipulasi data harus ditindak tegas. Pendidikan adalah hak setiap anak, bukan ajang untuk mengorbankan masa depan mereka," ungkap Esti dalam keterangannya resminya, Jumat (20/6).
Esti mengungkap, kasus pungli bukan satu-satunya masalah dalam proses SPMB tahun ini. Ia juga menemukan praktik manipulasi data di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Modus manipulasi data yang terjadi dengan cara perpindahan domisili secara mendadak, hingga adanya pemalsuan kartu keluarga (KK), yang diduga dilakukan demi memenuhi persyaratan zonasi di sekolah-sekolah tertentu. Akibatnya, sejumlah siswa yang tinggal dekat dengan sekolah tujuan justru tidak diterima karena tersisih oleh peserta lain yang memalsukan domisili.
Esti menyayangkan kondisi ini. Menurutnya, sistem SPMB yang saat ini diterapkan merupakan hasil evaluasi dari sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebelumnya, sehingga seharusnya pelaksanaannya dapat berjalan lebih baik.
"Sistem sesungguhnya sudah berdasarkan kajian dan evaluasi dari sistem sebelumnya. Seharusnya sudah semakin baik, jika semua punya niat untuk melaksanakan sebaik mungkin dan jujur," tambahnya.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah agar bertindak lebih tegas terhadap praktik pungli dan manipulasi data untuk mencegah ketidakpercayaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil seleksi SPMB.
Selain itu, ia juga mendorong transparansi yang lebih besar dalam pelaksanaan SPMB. Ia mengusulkan agar seluruh data dan informasi mengenai peserta seleksi dapat diakses secara terbuka agar masyarakat memahami proses dan hasil seleksi secara objektif.
“Mestinya bisa lihat keseluruhan data, sehingga bisa tahu secara detail, ‘Oh ini tidak diterima karena jalur domisili lebih jauh dari yang diterima atau yang lain'. Jadi ada alasan yang jelas kalau anak tidak diterima di sekolah tersebut,” pungkas Esti.