Ikuti Kami

Poksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR Soroti Ketidakseimbangan Fiskal

Poksi PDI Perjuangan menegaskan efisiensi tidak boleh mengorbankan alokasi wajib 20% untuk pendidikan, karena itu adalah perintah konstitusi

Poksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR Soroti Ketidakseimbangan Fiskal
Ilustrasi fiskal

Jakarta, Gesuri.id – Kelompok Fraksi (Poksi) PDI Perjuangan di Komisi XI DPR RI menyoroti kondisi fiskal nasional tahun 2025 yang dinilai belum sepenuhnya mencerminkan arah pembangunan berkeadilan. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12% (yoy) atau 4,99% secara kumulatif semester I, PDI Perjuangan menilai laju ini masih jauh dari target ambisius 8% yang dicanangkan Presiden.

Dalam pandangan Poksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR RI, APBN 2025 yang merupakan APBN transisi antara pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto, menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan pemenuhan amanat konstitusional, terutama sektor pendidikan.

“Kami memahami adanya kebutuhan efisiensi dan relokasi anggaran untuk mendanai proyek prioritas pemerintah baru seperti MBG, Koperasi Desa Merah Putih, Ketahanan Pangan, dan Energi. Namun, Poksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa efisiensi tidak boleh mengorbankan alokasi wajib 20% untuk pendidikan, karena itu adalah perintah konstitusi,” demikian dikutip laporan Poksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR RI dari postingan Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan di Instagram pribadinya beberapa Waktu lalu 

Hingga Agustus 2025, defisit APBN tercatat sebesar 1,35% terhadap PDB (Rp 321,6 triliun), dengan proyeksi meningkat menjadi 2,78% pada akhir tahun. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB berada di kisaran 39–40%, yang dinilai masih terkendali meski secara nominal meningkat.

Menurut Poksi PDI Perjuangan Komisi XI, angka tersebut menunjukkan pemerintah masih memiliki ruang fiskal yang cukup, namun harus digunakan secara hati-hati agar tidak menimbulkan ketergantungan pada utang jangka panjang.

“Kita apresiasi bahwa rasio utang masih dalam batas aman. Namun arah pembiayaan harus berpihak pada produksi, bukan hanya konsumsi. Jangan sampai defisit terkendali tapi pertumbuhan tidak inklusif,” ujarnya.

Pemerintah saat ini menempuh kebijakan belanja ekspansif untuk mendorong konsumsi masyarakat dan mempercepat industrial downstreaming, serta menjalankan 21 proyek strategis nasional. Dalam pembiayaan, pemerintah juga mulai mendiversifikasi sumber pinjaman melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) domestik dan rencana penerbitan dim-sum bond berbasis yuan.

Menanggapi kebijakan tersebut, Poksi PDI Perjuangan menekankan pentingnya arah fiskal yang berbasis produktivitas dan kedaulatan ekonomi nasional.

“Fiskal kita jangan hanya reaktif terhadap stimulus konsumsi. Harus diarahkan untuk memperkuat basis produksi rakyat — UMKM, koperasi, dan sektor pertanian — karena dari sana kemandirian ekonomi tumbuh,” tegas pernyataan Poksi PDI Perjuangan.

Poksi PDI Perjuangan XI DPR juga mendorong agar pemerintah menjaga kesinambungan kebijakan yang telah terbukti efektif di era Presiden Joko Widodo, seperti transformasi digitalisasi pajak, pembiayaan inklusif, dan subsidi tepat sasaran.

“Pemerintah baru harus melanjutkan reformasi fiskal yang memperkuat basis penerimaan dan memperluas kesempatan ekonomi rakyat. Bukan sekadar mengejar pertumbuhan angka, tapi pertumbuhan yang menyejahterakan,” tutup Poksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR RI.

Quote