Ikuti Kami

"Memayu Hayuning Bawana”: Filosofi Megawati Merawat Bumi 

Oleh Eri Irawan, Kader PDI Perjuangan Kota Surabaya.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Jakarta, Gesuri.id - Kamis, 31 Maret 2022. Tepuk tangan menggema seusai Presiden ke=5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri berpidato dalam forum Eco-Climate Summit di Congresium Ankara, Turki.

Dalam pidatonya, Megawati menawarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan berbagai kearifan lokal dari budaya-budaya di Indonesia sebagai solusi untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim global. 

”Indonesia sejak lama telah memiliki berbagai filosofi dalam melestarikan lingkungan hidup, yang salah satunya tecermin dalam budaya jawa melalui frasa ’Memayu Hayuning Bawana’ yang memiliki arti memperindah alam semesta yang sudah indah,” kata Megawati.

Megawati menegaskan, buwana adalah dunia yang harus dipayungi kesejahteraan. “Kehidupan adalah sebuah keindahan, kalau dipelihara,” katanya saat diwawancarai jurnalis Rosiana Silalahi di Kompas TV dalam seri ”Merawat Pertiwi”. 

Di Bali juga ada local wisdom yang disebut sebagai ”Tri Hita Karana”, dengan tiga keseimbangan untuk mencapai kebahagiaan hakiki: manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan alam raya, dan manusia dengan sesamanya. ”Penghormatan terhadap bumi menjadikan alam dihormati sebagai satu ekosistem kehidupan,” tutur Megawati.

Baca: Ganjar Sebut Kehadiran Megawati Bertemu Presiden Prabowo

Pernyataan Megawati mengembalikan kita pada kesadaran tentang konservasi lingkungan hidup yang seringkali diabaikan dalam ideologi pembangunanisme. Ideologi Pembangunan menempatkan manusia dan alam dalam posisi oposisi biner: manusia subyek, alam obyek. Alam ada untuk manusia, dan oleh karenanya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia.

Problemnya, kita sering tidak tahu sampai batas mana alam menoleransi eksploitasi manusia. Kita tidak tahu kapan harus berhenti dan tidak rakus. 

Manusia sering melupakan bahwa kehidupan senantiasa memiliki titik ekulibrium, keseimbangan. Maka ketika batas toleransi eksploitasi itu sudah mencapai titik tertinggi atau bahkan terlampaui, alam akan menyeimbangkan kembali.

“Bumi juga punya batas. Saya mau selalu mengingatkan, sebelum terlambat. Ini masalah terbesar kehidupan manusia,” kata Megawati Soekarnoputri.

Dilontarkan oleh Megawati, peringatan ini memiliki dimensi ideologis: bahwa pada dasarnya merawat bumi adalah bagian dari kesadaran politik. Kesadaran yang terbentuk sejak kecil dan dibentuk oleh ayah dan ibunya.

Tinggal di Istana Merdeka, Mega kecil sudah menyatu dengan alam: harum bunga-bunga, dedaunan yang basah dengan embun, kicau burung di sepanjang pagi, dan rerumputan. Dan dari alam, nilai-nilai ideologisnya terbentuk.

Dari gerak semut di dahan, Mega kecil belajar tentang struktur pengorganisasian: bahwa pada dasarnya semua makhluk bekerja sama untuk bertahan hidup. Semut menampik individualisme. Semua memiliki peran masing-masing untuk menjaga kelangsungan koloni.

”Semut adalah binatang yang bisa mengorganisir. Jadi seperti manusia, dan ternyata memang begitu,” kata Mega.

Dari alam, Mega memahami hak untuk hidup dan meyakini bahwa semua makhluk seharusnya diberi kesempatan untuk hidup. Seekor nyamuk pun, menurutnya, tak boleh dibunuh. “Allah SWT membuat pasti ada maksudnya,” katanya. Kelak hak hidup menjadi bagian dari nilai-nilai perjuangan idelogis Megawati.

Pohon mengajarkan nilai ideologis dan filosofis tentang pentingnya penghormatan terhadap rumah bersama. “Pohon itu menjadi tempat burung dan bajing, bersarang, hidup. Orang hanya tahunya duit, tidak mikirin (sehingga menebang pohon seenaknya),” kata Megawati.

Itulah kenapa Megawati menyerukan pentingnya merawat kearifan lokal sebagai pandangan hidup, sebagaimana dimiliki suku Dayak. “Hutan kita multikultur. Gusti Allah juga yang maringi (memberikan) kekayaan kepada kita,” katanya.

Dalam perspektif konservasi, Megawati menilai perusakan alam adalah bagian dari korupsi. Maka perlawanan politik terhadap korupsi salah satunya dilakukan dengan jalan menjaga alam dari upaya-upaya yang merusak.

Baca: Ganjar Tegaskan Pemuda Harus Benar-benar Siap

Sementara perjuangan politik hendaknya mulai memasukkan agenda konservasi lingkungan. Megawati cukup imajinatif dan realistis ketika mengingatkan soal pentingnya mengantisipasi penurunan kualitas air tawar dan mencegah terjadinya intrusi air laut—akibat dari eksploitasi air tanah berlebihan serta kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.

“Yang jadi persoalan, saya tidak melihat itu dipikirkan bersama. Untuk implementasinya, seharusnya menjadi kompak, diorganisir betul-betul,” kata Mega.

Bapak Bangsa, Ir Sukarno (Bung Karno), menunjukkan bahwa kehidupan dan gagasan politiknya tentang negara-bangsa (nation-state) lahir dari kedekatan dengan alam. ”Bung Besar” ini pernah mengungkapkan keinginannya untuk menutup usia dengan ”bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus”.

Perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun bercabang lima yang menghadap Teluk Sawu, Ende, Nusa Tenggara Timur, membawanya pada Pancasila. Sementara itu, bibit-bibit pohon mimba yang dibawa Bung Karno dan ditanam di Padang Arafah, Arab Saudi, pada medio 1955-an, telah tumbuh besar nan rindang. Juga di beberapa kawasan lain di tanah Arab Saudi. Menebar kesejukan bagi jemaah yang sedang beribadah. Masyarakat Arab menyebutnya sebagai ”Pohon Soekarno”. Pohon-pohon itu tak hanya menandai sebuah persahabatan antar dua bangsa, tapi juga menyampaikan pesan bahwa politik universal senantiasa berbicara tentang alam dan kemanusiaan.

Like father, like daughter. Apa yang dilakukan Bung Karno itulah yang benar-benar diresapi dan dipraktikkan oleh Megawati Soekarnoputri. Dedikasi Megawati ihwal lingkungan tak diragukan. Bahkan ada buku yang pada akhirnya menjadi semacam manifesto politik lingkungan bagi kader-kader PDI Perjuangan: ”Merawat Pertiwi: Jalan Megawati Soekarnoputri Melestarikan Alam”. Sebuah buku yang menjadi panduan seluruh kader PDI Perjuangan dalam membangun kultur partai dalam merawat sungai, membersihkan lingkungan, dan menanam tanaman.

Pada akhirnya, dari pemikiran dan sikap Megawati, kita tahu bahwa menyelamatkan bumi pertiwi dan merawat alam bukan hanya agenda politik belaka, namun janji yang harus ditunaikan untuk rumah kita, untuk anak cucu kita. Sebelum terlambat.

Quote