Ikuti Kami

Repdem Desak Presiden Tunda Pembahasan RUU "Omnibus Law"

Pasalnya RUU tersebut dinilai kental sekali  dengan kepentingan makelar yang hendak menghisap kelas pekerja.

Repdem Desak Presiden Tunda Pembahasan RUU
Ketua Bidang Buruh DPN Repdem (organisasi sayap PDI Perjuangan) Abe Tanditasik.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Bidang Buruh DPN Repdem (organisasi sayap PDI Perjuangan) Abe Tanditasik mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). 

Pasalnya RUU tersebut dinilai kental sekali  dengan kepentingan makelar yang hendak menghisap kelas pekerja. RUU tersebut diduga akan dibahas di tengah-tengah bangsa ini sedang menghadapi wabah virus Corona alias Covid-19. 

Hal itu disampaikan Abe Tanditasik sehubungan dengan sikap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang  seakan menyepelekan persoalaan wabah virus Corona yang mendera dunia. 

Baca: PDI Perjuangan Korban Framing Media, Repdem Lapor Dewan Pers

Disisi lain, Luhut ngotot memprioritaskan investasi  dibanding menyelesaikan persoalaan virus Corona ini.

"Saya bingung dengan pernyataan Pak Luhut bahwa virus Corona itu tidak kuat cuaca panas di Indonesia itu dasarnya apa? Lha ketika tanggal 23 Maret yang secara teori posisi matahari berada di atas garis khatulistiwa, malah pendemi ini lagi galak-galaknya menyebar di Indonesia," ujar Abe dalam keterangan pers nya baru-baru ini. 

Menurut Abe, sikap ngotot Luhut sangat terlihat lagi ketika menyikapi masuknya TKA China di Sulteng yang menurutnya menimbulkan tanda tanya bagi rakyat.

"Saat ini China sedang kritis penyebaran Covid-19. Pak Luhut justru terkesan membela atau menutup-nutupi soal masuknya TKA asal China ke Sulawesi Tenggara" ungkap Abe.

Karena itu, menurut Abe pejabat sekelas Luhut ini hendaknya lebih profesional dalam menyikapi semua persoalaan bangsa. Dengan menyepelekan setiap masalah tanpa melakukan kroscek dengan instansi terkait soal TKA China itu, menunjukan bahwa cara-cara yang dilakukan itu bergaya amatiran.

"Seharusnya Luhut mengecek dulu prosedur keimigrasian dan karantina kesehatannya, malah bilang nggak usah diributkan. Lha, ini gimana sih? Kok seperti menyepelekan ?  Kasus Covid-19 sudah meledak di Wuhan Januari lalu, harusnya sudah ada mitigasi wabah tersebut " tegas Abe.

Kemudian, Abe menegaskan seharusnya pemerintah belajar dari masa lalu ketika diberlakukan UU.No.1/1969 di rezim Soeharto.

"Itu jelas melegalkan penghisapan oleh kapitalis di Indonesia. Kita benar-benar dimurahkan dan hanya menjadi sasaran eksploitasi. Di masa reformasi, kita melakukan banyak pembatasan. Tapi efek kehancuran akibat UU.No.1/1969 tidak bisa disembuhkan total. Sekarang bencana itu mau diulang lagi walau serupa tapi tak sama? " tegas Abe.

Dia mencontohkan kasus yang terjadi di Bintan, Sultra dan  beberapa Daerah lain, terkait jumlah TKA yang masuk dan mengerjakan semua hal yang bisa dikerjakan dengan mudah oleh anak negeri ini.

"Saya pernah ke satu proyek di Cilacap, TKA yang bisa Bahasa Indonesia cuma Satpam nya. Saya masuk ke dalam dan tidak satu pun dari ratusan orang disitu yang bisa bahasa Indonesia. Yang bisa bahasa Inggris cuma dua. Itu pun yang satu terbata-bata, " tegas Abe.

Untuk itu, kata Abe, Presiden Jokowi harus diberitahu betapa jahatnya operasi menyingkirkan anak negeri sendiri ini dengan RUU Omnibus Cilaka tersebut.

"Maka dari itu, apapun alasannya RUU Cilaka itu harus dihentikan pembahasannya. Presiden harus recall itu RUU. Kenapa? Itu RUU sangat bau makelar ! Seperti calo bus mau narik tinggi dari penumpang tapi ngasihnya sedikit ke awak bus " tukas Abe.

Padahal, lanjut Abe, maksud Presiden Jokowi dibuat Omnibus Law itu untuk memudahkan investasi dengan menghapus biaya tinggi.

Baca: Repdem Siap Kawal Kebijakan Jokowi Perangi Covid-19

Namun kata dia, RUU Cilaka tersebut malah menjadi penyiksaan terhadap hak pekerja, kesempatan bekerja, dan mempemudahan perampasan tanah.

"Ini kan kelakuan Brutus ! Menikam Presiden dari belakang. Ketua Umum Repdem pernah mengindikasikan 'ada Brutus di Istana'. Itu 5 tahun lalu. Dan jangan sampai Brutus berkeliaran. Bahaya! " pungkas Abe.

Quote