Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI 2024–2029 sekaligus Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo), Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, menegaskan pentingnya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Hal itu ia sampaikan saat memberikan sambutan pada Musyawarah Nasional (Munas) III Aspeksindo di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (12/8).
“Pertumbuhan ekonomi tidak cukup hanya tinggi angkanya, tetapi juga harus berkualitas dan merata. Semua rakyat harus merasakan manfaatnya, dari kota besar sampai desa-desa pesisir,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri, yang mengangkat tema Mengoptimalkan Peran ASPEKSINDO Dalam Pembangunan Kelautan Untuk Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Yang Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045.
Menurut Rektor Universitas UMMI Bogor dan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu, ada empat fondasi utama yang harus diwujudkan: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (negara kuat IPTEK, ekonomi, dan HANKAM); memajukan kesejahteraan umum (negara-bangsa yang maju, seluruh rakyat sejahtera secara adil); mencerdaskan kehidupan bangsa (SDM unggul); serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial (negara besar berdaulat dan bebas aktif).
Ia menambahkan, ada dua syarat utama bagi wilayah untuk bisa maju, sejahtera, dan mandiri/berdaulat, yakni pertumbuhan ekonomi berkualitas dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud harus berkelanjutan dan inklusif, tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pemerataan pembangunan memastikan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk wilayah pesisir dan kepulauan.
Prof. Rokhmin juga mendorong Aspeksindo berperan strategis mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Di antaranya dengan menawarkan konsep pembangunan wilayah (roadmap, blueprint, dan RPJMD) berbasis ekonomi biru, mendatangkan dana pembangunan APBN dari berbagai kementerian/lembaga, menarik investasi bonafide dalam dan luar negeri, mengembangkan jejaring dan kolaborasi, serta meningkatkan kapasitas SDM daerah.
Ia menjelaskan, syarat bagi negara berpendapatan menengah untuk naik kelas menjadi negara maju, adil, makmur, dan berdaulat antara lain pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun, neraca ekspor-impor positif (I + E > K + Im), koefisien gini di bawah 0,3, serta pembangunan yang ramah lingkungan. Namun, ia mengingatkan bahwa peringkat Indonesia di berbagai indeks global masih tertinggal, termasuk Global Innovation Index, Global Competitiveness Index, Global Entrepreneurship Index, Indeks Pembangunan Manusia, dan tingkat literasi.
Selain tantangan daya saing, Rokhmin menyoroti masalah utang pemerintah yang tinggi dan terus meningkat.
“Utang pemerintah yang tinggi akan membatasi ruang fiskal negara (karena sebagian APBN digunakan untuk bayar utang: cicilan pokok maupun bunganya), serta menghambat investasi publik dan swasta,” ujarnya, mengutip pernyataan Aaditya Mattoo, Kepala Ekonomi Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia.
Ia memaparkan perkembangan tingkat kemiskinan Indonesia dari 1945 hingga kini, termasuk dampak pandemi Covid-19 yang kembali meningkatkan angka kemiskinan pada 2022 menjadi 9,6% atau sekitar 26,4 juta orang.
“Artinya, hingga saat ini (sudah 76 tahun merdeka), status pembangunan (kemakmuran) Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income country). Belum sebagai negara makmur (high-income country) dengan GNI per kapita di atas 12.695 dolar AS, yang merupakan Cita-Cita Kemerdekaan NKRI 1945,” tegasnya.
“Menurut World Bank, ukuran ekonomi atau PDB Indonesia saat ini mencapai 1,1 triliun dolar AS atau terbesar ke-16 di dunia. Dari 200 negara anggota PBB, hanya 18 negara dengan PDB lebih dari 1 triliun dolar AS,” pungkasnya.

















































































