Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri, menegaskan negara berkembang seperti Indonesia harus diberi akses yang adil terhadap teknologi mutakhir, pembiayaan hijau, dan pelatihan masyarakat pesisir (Nelayan). Agar mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat, tapi juga penjaga laut yang tangguh dan mandiri.
"Sebagai wakil rakyat di DPR RI, saya meyakini bahwa keadilan sosial harus benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk saudara-saudara kita yang hidup di wilayah pesisir dan menggantungkan hidup dari laut," tegas Rektor Universitas UMMI Bogor itu. Selasa (17/6).
Melalui perannya di DPR RI, Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kebijakan yang adil dan berpihak pada nelayan dan pembudidaya kecil, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir memiliki akses yang setara terhadap sumber daya kelautan. Mendapatkan perlindungan yang layak, serta hidup yang lebih sejahtera dan bermartabat.
"Kami terus berjuang melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, agar nelayan mendapatkan hak dan fasilitas yang mereka perlukan untuk hidup lebih sejahtera dan bermartabat," ujar Guru Besar bidang Kelautan dan Perikanan IPB University itu.
Prof Rokhmin Dahuri menekankan bahwa para nelayan bukan hanya penerima manfaat dari kebijakan pemerintah, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem laut dan ketahanan pangan nasional.
Menurutnya, kebijakan yang adil dan berpihak bagi nelayan merupakan langkah krusial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. "Sudah saatnya nelayan kita bukan sekadar penerima manfaat, tapi jadi penjaga laut yang tangguh dan mandiri!" tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya akses setara terhadap teknologi mutakhir, pembiayaan hijau, dan pelatihan berbasis komunitas bagi masyarakat pesisir. Indonesia tak bisa bicara blue economy tanpa membangun kesejahteraan nelayan.
"Keadilan sosial itu bukan slogan. Ia harus hadir nyata di desa-desa pesisir, tempat saudara-saudara kita menggantungkan hidup pada laut. Tanpa keadilan dan akses teknologi, nelayan kita hanya akan jadi korban eksploitasi dan degradasi laut," ujar nya.
Tak hanya di tingkat nasional, dalam Konferensi Kelautan Dunia PBB ke-3 (UNOC-3) di Nice, Perancis, yang berlangsung 8–13 Juni 2025 lalu,, Prof. Rokhmin Dahuri turut memperjuangkan kebijakan kelautan global yang berkeadilan.
Beliau bersama Ibu Titiek Soeharto dan Ibu Alin Mus menegaskan bahwa masa depan laut dunia hanya bisa diselamatkan melalui kolaborasi antarnegeri, bukan sekadar janji politik.
Di hadapan komunitas internasional, Prof. Rokhmin menegaskan pentingnya kolaborasi antar negara dalam hal restorasi ekosistem laut, penghentian praktik penangkapan ilegal, serta penguatan ekonomi biru yang inklusif.
Dengan upaya ini, ia berharap kebijakan yang berpihak kepada nelayan dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat pesisir, menjaga keberlanjutan ekosistem laut, dan menjadikan sektor perikanan sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Menurutnya, keberlanjutan laut global membutuhkan komitmen nyata dan aksi kolektif lintas negara dengan agenda utama:
* Restorasi ekosistem pesisir dan laut yang rusak;
* Penghentian praktik IUU Fishing dan perdagangan biota laut dilindungi;
Pengembangan Kawasan Lindung Laut (MPAs) minimal 30% luas lautan dunia pada 2030 atau 2045;
* Penguatan pengawasan dan penegakan hukum laut internasional;
* Pengembangan ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan, terutama untuk negara berkembang;
* Adaptasi terhadap perubahan iklim laut yang makin ekstrem;
* Transfer teknologi mutakhir dan pendanaan hijau dari negara maju kepada negara berkembang;
* Tata kelola kelautan global yang berkeadilan dan berwibawa.
"Negara berkembang seperti Indonesia harus jadi pemain utama, bukan hanya penonton atau korban," tegasnya di hadapan delegasi dari ratusan negara.
Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu menyatakan, jika laut rusak, maka umat manusia akan ikut tenggelam. Tapi jika laut dijaga, dialah penyelamat peradaban dunia.