Ikuti Kami

Siswa SMA Meninggal Usai Dibully, Puan Maharani Desak Pemerintah Terapkan Satgas PARS

Satgas PARS dibentuk dengan tujuan untuk melakukan inspeksi berkala dan pendampingan terhadap sekolah yang masuk zona rawan kekerasan.

Siswa SMA Meninggal Usai Dibully, Puan Maharani Desak Pemerintah Terapkan Satgas PARS
Ketua DPR RI Puan Maharani.

Jakarta, Gesuri.id - Pemerintah didesak untuk mempertimbangkan penerapan Satuan Tugas Perlindungan Anak dan Remaja di Sekolah (Satgas PARS) yang melibatkan unsur lintas sektor. Satuan Tugas Perlindungan Anak dan Remaja di Sekolah (Satgas PARS) nantinya akan diisi oleh psikolog, tokoh masyarakat, serta dinas perlindungan anak dan pendidikan.

Satuan Tugas Perlindungan Anak dan Remaja di Sekolah (Satgas PARS) sendiri dibentuk dengan tujuan untuk melakukan inspeksi berkala dan pendampingan terhadap sekolah yang masuk zona rawan kekerasan. Langkah ini dinilai tepat untuk mencegah terjadinya bullying.

Demikian disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi insiden meninggalnya seorang siswa SMA di Garut, Jawa Barat, berinisial P (16) yang diduga kuat mengalami tekanan psikologis berat akibat perundungan fisik dan verbal di sekolahnya.

“Kita tidak bisa menormalisasi bullying dengan dalih kenakalan remaja. Pembenahan terstruktur dalam mengatasi fenomena bullying di sekolah harus dilakukan segera demi masa depan generasi bangsa,” kata Puan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Lebih lanjut, Puan menekankan, pentingnya reformasi perlindungan psikososial dalam lingkungan pendidikan.

“Tentunya kami sangat berduka cita atas peristiwa memilukan ini. Kita berharap ke depan tidak ada lagi terjadi peristiwa semacam ini,” tegas Puan.

Puan mengatakan, peristiwa memilukan tersebut bukan hanya tragedi personal namun juga cerminan dari krisis yang masih menghantui dunia pendidikan nasional.

“Ini adalah peringatan keras bahwa sistem deteksi dan intervensi dini terhadap kekerasan di sekolah masih jauh dari memadai,” beber Puan.

Puan menekankan bahwa pendekatan penyelesaian kasus perundungan harus lebih dari sekadar respons insidental.

“Dibutuhkan pembenahan menyeluruh yang menyasar kelemahan struktural, termasuk minimnya kapasitas guru dalam menangani dinamika psikologis siswa, absennya konselor profesional di banyak sekolah, dan lemahnya kanal pelaporan yang ramah anak,” papar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Oleh karenanya, Puan mendorong Kementerian Pendidikan, Dinas Pendidikan Daerah, dan seluruh institusi pendidikan untuk segera memperkuat mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia bagi siswa yang mengalami perundungan.

Termasuk integrasi platform digital anonim yang bisa diakses langsung oleh pelajar.

“Kehadiran konselor psikologis profesional merupakan hal wajib yang harus ada di setiap sekolah menengah, bukan sekadar guru BK tanpa pelatihan psikologi mendalam,” ungkap Puan.

“Harus dilakukan pelatihan berkala untuk guru dan tenaga kependidikan dalam mendeteksi gejala gangguan psikososial, depresi, dan potensi kekerasan sosial di kelas,” lanjut mantan Menko PMK tersebut.

Sebagai informasi, P ditemukan meninggal dunia pada Senin (14/7) di rumahnya dalam kondisi gantung diri pada hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Penyebab utama P nekat menghabisi nyawanya sendiri, berdasarkan keterangan keluarga, karena diduga korban mengalami bullying di sekolah sejak Juni 2025.

Disisi lain berdasarkan data yang diungkap Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tren kekerasan di lingkungan pendidikan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2024, tercatat 573 kasus terjadi sepanjang tahunnya.

JPPI menyebut, 2024 menjadi tahun dengan lonjakan kasus bullying paling tinggi, dengan peningkatan kasus lebih dari 100 persen dibandingkan tahun 2023.

Secara lengkap, JPPI mencatat pada tahun 2020 terdapat 91 kasus kekerasan di pendidikan yang terlaporkan. Tahun 2021 naik menjadi 142 kasus, tahun 2022 naik lagi menjadi 194 kasus, tahun 2023 naik menjadi 285 kasus, dan tahun 2024 terdapat 573 kasus.

Quote