Ikuti Kami

Trisila Ateistik? AHY Kurang Baca, Segera Kursus Politik!

Ketuhanan yang dimaksudkan Bung Karno adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan yang tidak ada egoisme agama.

Trisila Ateistik? AHY Kurang Baca, Segera Kursus Politik!
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang Selatan Wanto Sugito. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang Selatan Wanto Sugito meminta Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono banyak membaca buku sejarah dan mengikuti kursus politik. 

Hal itu terkait pernyataan AHY, sapaan akrab Ketum Demokrat, yang menuding RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) memuat nuansa ajaran sekularistik dan juga ateistik sebagaimana tercermin dalam pasal 7 ayat (2) dalam rancangan tertuang bunyi ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan. 

Baca: Darimana Asal Bendera PKI Yang Turut Dibakar? 

“Ketuhanan yang dimaksudkan Bung Karno adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan yang tidak ada egoisme agama. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, atau ketuhanan yang berkebudayaan. RUU HIP sendiri adalah inisiatif DPR RI. Nah, Demokrat tidak mengikuti seluruh pembahasan RUU di DPR, dan memilih menarik diri. Gaji DPR diterima, tetapi kerjaan tidak. Jadi sebelum berkomentar, sebaiknya Mas AHY baca seluruh risalah sidang BPUPK termasuk pidato Bung Karno”, ujar Wanto Sugito.

Mantan aktivis 98 UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini meyakini, AHY kemungkinan tidak memahami atau tidak mengerti sejarah bahwa apa yang disampaikan Bung Karno saat itu adalah usulan, dan akhirnya Pancasila diterima sebagai dasar negara, setelah melalui pembahasan di Panitia Sembilan, menghasilkan Piagam Jakarta, dan Sidang PPKI yang menghasilkan rumusan final. Semua tahapan tersebut dipimpin oleh Bung Karno.

Dalam kesempatan itu, di depan sidang BPUPKI yang dipimpin Dr Radjiman Wedyodiningrat, Bung Karno menawarkan Pancasila sebagai konsep dasar negara Indonesia jika merdeka.

Dalam pidatonya kembali, Bung Karno menawarkan jika hadirin tidak suka akan bilangan lima itu, saya boleh peras menjadi tiga saja yakni, sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan.

Dan bung Karno kembali menawarkan, jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen,  yaitu gotong royong. 

Menurut pria yang akrab disapa bung Klutuk ini, lantas yang dimaksud sekularistik dan ateistik AHY terkait perasan pancasila 1 Juni nya bung Karno dimananya. 

“Ahistoris. Perdebatan, kritik dan masukan sah sah saja. Tapi harus nyambung, jangan asal tuduh dan mengaburkan sejarah,” tukasnya.

Baca: Basarah Usulkan RUU HIP Jadi RUU PIP. Ini Alasannya

Bung Karno sendiri, kata Wanto, pernah mengatakan “Dalam cita-cita politikku, aku ini nasionalis. Dalam cita-cita sosialku, aku ini sosialis. Dalam cita sukmaku, aku ini theis, sama sekali theis, sama sekali percaya dan mengabdi pada Tuhan yang Maha Esa,”

Karena itu, lanjutnya, saat mengenalkan Pancasila kepada dunia, Presiden Soekarno saat berpidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutip surat Al Hujarat ayat 13 yang berbunyi  “Wahai manusia sesungguhnya aku menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, agar kamu hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dan kamu sekalian dapat mengenal satu sama lain, tapi ketahuilah yang mulia di antara kamu sekalian ialah yang bertaqwa kepada-Ku.” 

“Jadi bagaimana mungkin pemikiran Bung Karno bisa dikatakan Sekuleristik apalagi Ateistik. Sangat disayangkan cara berpikirnya,” tegas Wanto Sugito, yang juga Sekretaris Jenderal Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap PDI Perjuangan.

Quote