Ikuti Kami

Utut Adianto Sebut UU TNI Dibahas Karena Adanya Kesepakatan Politik Pemerintah dan DPR

Utut menjelaskan bahwa revisi UU TNI dilakukan demi menjawab tantangan dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan.

Utut Adianto Sebut UU TNI Dibahas Karena Adanya Kesepakatan Politik Pemerintah dan DPR
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto menjelaskan pembahasan hingga pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat terjadi karena adanya kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR. 

Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengujian formil UU TNI untuk lima perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 5, 69, 81, 56, dan 75/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dalam hal Presiden yang baru berkeputusan untuk melanjutkan proses pembentukan RUU dan mengirim surat Presiden Nomor R-12/Pres/02/2025 tanggal 13 Februari 2025 untuk melakukan proses pembahasan RUU yang dibahas sebelumnya dan DPR RI menyetujui untuk melakukan pembahasan," ujar Utut di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

"Hal tersebut dapat dimaknai adanya kesepakatan politis untuk melanjutkan proses pembentukan RUU a quo dan pembentukan undang-undang konstitusional," sambungnya.

Selain itu, Utut menjelaskan pemerintah dan DPR melakukan revisi UU TNI karena menindaklanjuti putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021 mengenai pengujian usia pensiun bagi perwira, bintara, dan tamtama.

Meski MK menolak seluruh permohonan dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021, tetapi dalam pertimbangannya meminta DPR untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk memberikan kepastian hukum. 

"Sehingga demi memberikan kepastian hukum kiranya pembentuk undang-undang harus melaksanakan perubahan UU 34/2004  dengan memprioritaskan pembahasannya dalam waktu yang tidak terlalu lama," ujar Utut. 

Selain itu, Utut menjelaskan bahwa revisi UU TNI dilakukan demi menjawab tantangan dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan.

"Banyaknya aspirasi yang muncul mengindikasikan adanya kebutuhan perbaikan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 guna menjawab tantangan masa kini dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan," ujar Utut.

Sebagai informasi, Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima mahasiswa, yaitu Muhammad Alif Ramadhan, Kelvin Oktariano, Mohammad Syaddad Sumartadinata, Fiqhi Firmansyah, dan Imam Morezki Bastanta Manihuruk. 

Lalu, Perkara Nomor 69/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima mahasiswa, yaitu Moch Rasyid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando. 

Selanjutnya, Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 dimohonkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.

Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pembahasan RUU TNI yang melanggar asas dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3). 

Asas yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.

Quote