Ikuti Kami

Wayan Sudirta: Berpegang Teguh Pada Pancasila, Indonesia Tak Akan Pernah Roboh Diterpa Ombak Zaman

Selama bangsa Indonesia berpegang teguh pada Pancasila, Republik ini tidak akan pernah roboh diterpa ombak zaman.

Wayan Sudirta: Berpegang Teguh Pada Pancasila, Indonesia Tak Akan Pernah Roboh Diterpa Ombak Zaman
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Sudirta.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Sudirta mengatakan, Hari Kesaktian Pancasila adalah monumen hidup yang meneguhkan warisan abadi Presiden ke-1 RI, Soekarno atau Bung Karno. 

Kata Wayan, Bung Karno adalah penggali Pancasila, Proklamator, dan Bapak Bangsa yang mengajarkan bahwa kesaktian Pancasila bukanlah mitos, melainkan kekuatan sejati yang menjaga Indonesia tetap tegak di tengah guncangan sejarah.  

“Dari podium dunia hingga panggung tanah air, Bung Karno berulang kali menegaskan bahwa selama bangsa Indonesia berpegang teguh pada Pancasila, Republik ini tidak akan pernah roboh diterpa ombak zaman,” kata Wayan melalui keterangannya, Rabu (1/10/2025).

Menurut dia, banyak bangsa lain gagal menghadapi tantangan zaman karena tidak memiliki ideologi pemersatu yang kokoh. Kata dia, Indonesia memiliki jalan berbeda dengan kesatuan bangsa ini bertahan karena Pancasila bukan hanya dokumen normatif, melainkan juga philosophische grondslag (dasar filsafat) dan staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara). 

“Pancasila, sebagai dasar filosofis (Philosophische Grondslag) Republik Indonesia, dapat diinterpretasikan sebagai kritik fundamental terhadap dua kutub ideologi yang dianggap Soekarno tidak sesuai dengan karakter asli bangsa: individualisme ekstrem dan elitisme sosial. Visi ini bertujuan membentuk masyarakat yang berorientasi pada kolektivitas (kekeluargaan) dan keadilan sosial,” jelas dia.

Saat ini, Anggota Komisi III DPR RI ini melihat tantangan terberat Pancasila adalah mencegah kemunculan kembali elitisme baru yang berkamuflase dalam bentuk teknokrasi atau oligarki politik-ekonomi, yang justru bisa menumpulkan semangat Marhaenisme dan Keadilan Sosial.  

Pancasila menuntut setiap warga, terutama para pemimpin untuk secara sadar menolak pandangan yang merendahkan rakyat dan memastikan bahwa setiap kebijakan berakar pada asas musyawarah-mufakat dan kemanusiaan yang adil dan beradab. 

“Dengan demikian, ia berfungsi sebagai kompas moral yang memastikan bahwa Indonesia tidak hanya bertahan sebagai negara, tetapi juga terus bergerak menuju cita-cita masyarakat adil dan makmur yang sepenuhnya menolak borjuisme dan penghinaan terhadap harkat rakyat kecil, sebagaimana diamanatkan oleh pendiri bangsa,” ujarnya.

Wayan mengatakan elitisme menurut Soekarno itu sama berbahayanya, karena dapat diterapkan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyat sendiri melalui sistem feodal yang berlaku. Jika dibiarkan, sikap ini tidak hanya berpotensi memecah belah masyarakat terjajah, tetapi juga berpeluang melestarikan sistem kolonial dan sikap-sikap imperialis yang sedang diperjuangkan untuk dilawan.  

“Lebih jauh lagi, elitisme bisa menghambat berkembangnya sikap-sikap demokratis dalam masyarakat modern yang dicita-citakan untuk Indonesia merdeka. Upaya Soekarno yang paling signifikan untuk melawan elitisme dan mengangkat martabat rakyat kecil dalam perjuangan kemerdekaan adalah dengan mencetuskan gagasan Marhaenisme,” imbuhnya.

Menurut dia, pelajaran dari sejarah dan dinamika global hari ini menegaskan relevansi permanen dari upaya Soekarno. Di era disrupsi digital dan persaingan geopolitik yang semakin tajam, tantangan terhadap persatuan bangsa tidak hanya datang dari perpecahan etnis atau politik, tetapi dari ketidakadilan ekonomi baru dan gerakan ideologi transnasional.

Tanpa Pancasila sebagai benteng filosofis dan norma fundamental, tegas Wayan, Indonesia berisiko terperosok ke dalam konflik internal yang sama fatalnya dengan yang terjadi di banyak negara pasca-ideologi, di mana identitas primordial saling berhadapan tanpa ada nilai kolektif yang mengikat. 

“Oleh karena itu, meneguhkan Pancasila bukan sekadar mengenang sejarah, melainkan sebuah kebutuhan pragmatis untuk menjaga stabilitas dan visi kolektif di tengah pusaran tantangan global,” tegasnya. 

Wayan menyebut Hari Kesaktian Pancasila adalah penegasan bahwa bangsa ini memiliki fondasi ideologis yang kokoh untuk menghadapi segala bentuk badai dan ancaman. Kata dia, Indonesia tidak terperosok ke dalam jurang perpecahan karena memiliki Pancasila dan mengambil pelajaran dari negara lain.

“Kesaktian Pancasila bukan sekadar mitos, melainkan realitas normatif yang terbukti menjaga kesatuan bangsa dan menuntut setiap warga untuk selalu berpegang pada semangat kolektivitas dan anti-borjuisme para pendiri republik,” jelas dia.

Ia menambahkan Kesaktian Pancasila tidak hanya berarti berhasilnya bangsa ini melewati ujian politik, tetapi juga kemampuannya memulihkan luka sejarah dan tetap menjadi pemersatu. Pancasila bukan ideologi kaku, melainkan leitsar dinamis, bintang penuntun yang adaptif. Ia menjawab tantangan baru seperti digitalisasi, ekonomi hijau, hingga geopolitik global. 

“Pancasila adalah penjaga keutuhan bangsa, sumber hukum tertinggi, dan jiwa Indonesia. Selama Pancasila dihayati dan diimplementasikan, Indonesia tidak akan bernasib seperti negara-negara yang terpecah karena kehilangan pijakan. Pancasila adalah fondasi pemersatu yang tak tergantikan,” kata Legislator dari Dapil Bali ini.

Oleh karena itu, Wayan mengatakan tugas ke depan adalah membangun Indonesia baru dengan elit politik yang sungguh-sungguh lahir dari dan berjuang untuk rakyat, memastikan cita-cita keadilan sosial tidak hanya menjadi retorika, tetapi menjadi kenyataan normatif yang mengikat.

“Sehingga bangsa ini dapat menghadapi tantangan global dan terus melangkah maju dengan bermartabat. Dalam dunia yang berubah cepat, Pancasila berperan sebagai pedoman moral dan hukum untuk mengarahkan pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya.

Quote