Jakarta, Gesuri.id - Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Prof. Yasonna H. Laoly, menegaskan bahwa Gereja harus mengambil peran aktif dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi, internet, platforms media sosial, artificial intelligence, serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.
Hal tersebut ditegaskan Yasonna Laoly dalam Lokakarya Teologi serta Penjemaatan Dokumen Keesaan Gereja (DKG), di STT. Anugerah, Surabaya, pada Jumat (9/5/2025).
Baca: Ganjar Ingatkan Tak Boleh Ada Matahari Kembar
Semiloka yang dilksanakan dalam rangka jelang HUT ke-75 PGI ini, diikuti oleh pimpinan PGIW Jawa Timur, pimpinan sinode, pimpinan jemaat, pimpinan Sinode Gereja Allah Peduli Indonesia (GAPI), serta pengajar dan mahasiswa Sekolah Teologi Anugerah Indonesia.
Ia menambahkan, pengetahuan tentang teknologi informasi tidak saja digunakan untuk tujuan positif tetapi juga untuk mencegah atau memitigasi dampak negatif dari penggunaan teknologi informasi terhadap pelanggaran HAM maupun pelanggaran hukum lainnya.
“Saya tidak mengatakan agar gereja dan warganya harus menjadi ahli teknologi informasi, tetapi mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga gereja adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman dan dunia di sekelilingnya,” tandasnya.
Menurutnya, platform digital (digital platforms) seperti Facebook, meta twitter (X), YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, Telegrams dan lain-lain adalah platforms digital yang sangat familiar bagi banyak warga gereja. Konten-konten dalam platforms ini memuat informasi yang sangat luas baik yang positif maupun negatif, baik menyangkut hal-hal yang sekuler, maupun spiritual, yang sesuai dengan hukum, HAM, maupun tidak.
Kemampuan menyeleksi isi dan arus informasi dari konten-konten tersebut, lanjutnya, amat diperlukan agar kita tidak terjebak, terpengaruh, terprovokasi, emosianal, dan lainnya, terhadap isi konten tersebut. Kendatipun ada upaya dari pemilik platforms mengawasi konten-konten yang ada dalam platforms digital mereka dari kemungkinan pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum lainnya, namun pengawasan ini kelihatannya lemah dan tidak berimbang, bahkan cenderung hanya sekedarnya saja (arbitrary).
Baca: Ganjar Ingatkan Presiden Prabowo Segera Ambil Alih Kendali
Yasonna Laoly juga berharap Gereja dapat memberi pemahaman tentang dampak negatif dari penyalahgunaan teknologi digital serta memberi penguatan iman kepada jemaat, mengetahui kebenaran (firman Tuhan) yang dapat memerdekakan kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai firmannya.
Kebenaran ini menjadi suluh dan kompas hidup dalam menghadapi arus perubahan tersebut. Intinya, Gereja dan jemaat harus update (melek)dengan teknologi informasi dan disrupsi akibat pesat dan cepatnya perkembangan tersebut.