Jakarta, Gesuri.id- Pegiat media sosial Denny Siregar menunjukkan yang menarik dari pelaporan calon presiden (capres) nomor urut tiga Ganjar Pranowo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan gratifikasi di Bank Jateng.
Denny Siregar mengatakan yang menarik dari pelaporan Ganjar Pranowo ke KPK yaitu bersamaan dengan gerakan hak angket yang diserukan mantan Gubernur Jateng itu untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres 2024.
"Yang menarik proses pelaporan itu berbarengan dengan gerakan hak angket yang digulirkan oleh Ganjar dan diproses oleh beberapa partai untuk mengungkap kecurangan Pemilu," ucapnya, dikutip populis.id dari YouTube 2045 TV, Jumat (8/3).
Lebih lanjut, bahkan menurutnya pelaporan Ganjar ke KPK berpotensi merupakan pengalihan keributan hak angket yang kini ramai dibahas oleh sejumlah partai politik untuk diajukan di DPR.
"Saya sendiri merasa ada yang ingin mengalihkan keributan hak angket itu dengan berbagai isu, salah satunya isu pelaporan Ganjar ke KPK ini, KPK sendiri jelas gak bisa menghindar dari situasi ini karena KPK itu harus membuka pintu buat siapapun yang melapor kepada mereka," ujarnya.
Seperti diketahui, IPW melaporkan Ganjar ke KPK bersama satu orang lain, yakni Direktur Utama BPD Jateng periode 2014-2023 berinisial S ke KPK.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa laporan itu atas dugaan penerimaan cashback dari perusahaan asuransi. Nilai dugaan gratifikasi atau suap itu mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
"IPW melaporkan dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan atau suap penerimaan cashback beberapa perusahaan asuransi kepada Dirut Bank Jateng (inisial S) dan juga pemegang saham kendali Bank Jateng Ganjar Pranowo (GP) diperkirakan terjadi sejak 2014 sampai dengan 2023," katanya, dikutip dari Republika.
Sugeng menjelaskan bahwa perusahaan asuransi itu memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng yang dipahami sebagai cashback.
Adapun Bank Jateng mengendalikan cashback dari perusahaan asuransi sebesar 16 persen dari nilai premi. Nilai 16 persen tersebut kemudian diduga dialokasikan ke tiga pihak.
"Lima persen untuk operasional Bank Jateng, baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank Jateng yang terdiri atas pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah, yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah Kepala Daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," tegas dia.