Ikuti Kami

Ganjar-Mahfud MD, Pasangan Capres-Cawapres dari 'Akar Rumput yang Solid'

Pengalaman sebagai gubernur Jateng, Ganjar miliki rekam jejak sebagai anggota DPR RI. Mahfud MD malang-melintang dalam bidang eksekutif.

Ganjar-Mahfud MD, Pasangan Capres-Cawapres dari 'Akar Rumput yang Solid'
Capres Ganjar Pranowo dan Cawapres Mahfud MD.

Jakarta, Gesuri.id - Ganjar Pranowo dan Mahfud MD diusung oleh PDI Perjuangan dan partai-partai koalisinya untuk maju sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam kontestasi Pilpres 2024.

Selain memiliki pengalaman sebagai gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memiliki rekam jejak sebagai anggota DPR RI. Sementara pendampingnya, Mahfud MD, telah malang-melintang dalam bidang eksekutif, yudikatif dan legislatif sepanjang karier politiknya.

Ganjar Pranowo diumumkan sebagai calon presiden oleh Ketua PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada April 2023 silam. Enam bulan kemudian Mahfud MD resmi dipilih sebagai cawapres yang mendampingi Ganjar.

Ganjar sempat menuai kritik dari internal PDI Perjuangan yang menganggapnya terlalu berambisi untuk maju pada Pilpres 2024. Sementara Mahfud akhirnya dipilih dari sejumlah nama yang santer disebut-sebut sebagai kandidat cawapres, antara lain Khofifah Indar Parawansa, Sandiaga Uno, dan Ridwan Kamil.

Mahfud MD baru-baru ini mengumumkan pengunduran diri sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam). Ganjar menggambarkan pengunduran Mahfud merupakan “pesan moral” bagi menteri lainnya yang turut bertarung dalam Pilpres 2024.

Siapa Ganjar Pranowo?

Ganjar lahir pada 28 Oktober 1968 silam di Tawangmangu – di lereng barat Gunung Lawu di Karanganyar, Jawa tengah – dari pasangan Parmudi Wiryo dan Suparmi.

Oleh ayah dan ibunya, dia semula diberi nama Ganjar Sungkowo, yang berarti ‘ganjaran dari kesusahan/kesedihan’. Namun kemudian, nama belakangnya diubah menjadi Pranowo demi menghindarkannya dari kesialan.

Usai menuntaskan pendidikan SD dan SMP di Kutoarjo, Ganjar melanjutkan sekolah di SMA BOPKRI 1 di Yogyakarta. Dia kemudian berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).

Setelah itu, Ganjar meneruskan pendidikan pascasarjananya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang ditamatkannya tahun 2013.

Pada tahun 1999, Ganjar menikah dengan Siti Atikoh Suprianti, putri dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU) bernama Akhmad Musodik, sekaligus cucu dari KH Hisyam A Karim, pendiri pesantren Riyadus Sholikhin Kalijaran di Purbalingga.

Ganjar dan Siti dikaruniai seorang putra: Muhammad Zinedine Alam Ganjar, yang kini berusia 22 tahun.

Pendukung garis keras PDI

Perjalanan politik Ganjar dimulai semenjak dirinya bergabung ke dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) pada 1990-an.

Sebagai sosok pro-demokrasi, Ganjar merupakan pendukung Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan partai oposisi terbesar melawan pemerintahan Orde Baru yang otoriter.

Loyalitas Ganjar terhadap Megawati sudah terlihat pada 1996 saat terjadi konflik internal antara putri Soekarno itu dengan Suryadi. Saat Megawati memilih untuk mendirikan PDI-Perjuangan pada 1999 – setelah Orde Baru runtuh – Ganjar bergabung ke dalamnya.

Karier politik praktis Ganjar berawal dari keanggotaannya di DPR periode 2004-2009.

Awalnya, Ganjar tidak lolos sebagai legislator pada Pemilu 2004. Namun, Megawati kemudian menunjuknya sebagai pengganti antar waktu (PAW) untuk Jakob Tobing yang ditugaskan sebagai duta besar Indonesia untuk Korea Selatan.

Ganjar kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada Pemilu 2009 mewakili Jawa Tengah VII. Kali ini dirinya terpilih. Dia tercatat berkiprah di Komisi IV yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.

Dia juga sempat mengetuai Panitia Khusus RUU Partai Politik dan menjadi anggota Badan Legislasi DPR. Bisa dibilang, sepak terjang Ganjar sebagai legislator yang membuat namanya menjadi menonjol di antara khalayak umum.

Ganjar semakin populer di kalangan publik ketika dia menjadi anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.

Kala itu, dia cukup blak-blakan menyuarakan kritik, bahkan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono – yang saat itu menjabat sebagai presiden – karena tidak menonaktifkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ganjar berpendapat keputusan presiden ini dapat menimbulkan ketegangan antar lembaga negara. Dia juga sempat menyentil Sri Mulyani setelah dia pindah ke Bank Dunia karena dianggap tak angkat bicara soal kasus Bank Century.

Kiprah Ganjar dalam dunia politik berlanjut ke bidang eksekutif. Pada 2013 silam, Ganjar mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Tengah. Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dia berhasil mengalahkan petahana Bibit Waluyo.

Dia kembali terpilih sebagai Gubernur Jawa tengah pada 2018, mengalahkan Sudirman Said – mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pada Agustus 2023 silam, masa jabatan periode kedua sebagai kepala daerah berakhir. Sejak itu, dia memfokuskan dirinya dalam pertarungan memperebutkan kursi presiden dalam Pilpres 2024.

Siapa Mahfud MD?

Dikenal tegas dan blak-blakan, Mahfud MD, sudah sering menghiasi panggung politik dan pemerintahan Indonesia selama lebih dari dua dekade terakhir.

Mahfud MD resmi dipilih sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo pada Oktober silam, ketika Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengumumkan namanya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini sebelumnya sempat digadang-gadang menjadi pendamping Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam Pilpres 2019. Namun kala itu Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapres.

Publik mengenal pria kelahiran Madura, 13 Mei 1957 ini sebagai ‘Mahfud MD’, tetapi sebetulnya nama lahirnya adalah Mohammad Mahfud.

Namanya berubah menjadi Mahfud MD ketika di bangku sekolah, ada banyak siswa bernama Mahfud di kelasnya. Sang guru kemudian meminta semua anak bernama Mahfud untuk membubuhkan nama orang tua mereka untuk membedakan satu sama lain.

Mahfud memilih ‘MD’ yang merupakan inisial ayahnya, Mahmodin. Konon, dia memilih menggunakan ‘MD’ karena terdengar lebih keren. Nama Mohammad Mahfud MD kabarnya tertulis di ijazah Mahfud secara tidak sengaja.

Mahfud kecil menempuh dua jalur pendidikan: umum dan agama. Sosok ayah, Mahmodin, dikabarkan menjadi faktor penting dalam penempaan pendidikan agama Mahfud kecil. Ayahnya sering membawa Mahfud ke para pemuka agama terkemuka di Madura.

Mahfud menempuh pendidikan umum di sekolah negeri pada pagi hari, lalu Dilanjutkan bersekolah di pesantren pada hari yang sama.

Setelah menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Waru Barat I, Pamekasan pada tahun 1970, Mahfud kemudian menempuh jenjang setara SMP di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) di Pamekasan dan lulus tahun 1974.

Ketertarikan Mahfud di ilmu hukum dimulai sejak masuk ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta yang ditamatkannya pada 1977.

Meski sempat menghadapi tantangan ekonomi, Mahfud tetap meneruskan studinya di bidang hukum dan memperoleh beberapa beasiswa. Salah satunya adalah jurusan Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII).

Mahfud sempat mengecap jurusan Sastra Arab di Universitas Gadjah Mada (UGM) – tetapi tidak diselesaikannya karena fokus di UII.

Setelah lulus dari UII tahun 1983, Mahfud mengabdikan diri di sana sebagai dosen sambil menempuh pendidikan pascasarjana di UGM di bidang ilmu politik.

Rekam jejak

Bisa dibilang pengalaman Mahfud adalah yang paling luas dibandingkan calon-calon lainnya. Pengalamannya mencakup tiga lembaga pemerintahan: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Karier politik Mahfud bisa ditarik sejak tahun 2000 saat dirinya ditunjuk Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid sebagai menteri pertahanan. Dia menjabat sejak 26 Agustus 2000 hingga 20 Juli 2001.

Setelah itu, Mahfud mengemban tugas sebagai menteri kehakiman dan hak asasi manusia (HAM). Selang 13 hari kemudian, Gus Dur dimakzulkan dan Mahfud pun otomatis mundur dari jabatan ini.

Pada tahun 2004, Mahfud menjalani peran legislatif sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur X.

Mahfud tercatat menjadi anggota Komisi III bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan dan Wakil Ketua Badan Legislatif di DPR hingga tahun 2008.

Sepak terjang Mahfud di lembaga pemerintahan kian lengkap setelah dirinya terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada 2008. Mahfud saat itu menang tipis dari petahana Jimly Asshiddiqie.

Di bawah kepemimpinan Mahfud, MK dinilai bersih dari skandal korupsi. Mahfud juga memimpin panel sidang dalam gugatan uji materiil terhadap Undang-undang Minyak dan Gas (UU Migas). Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi saat itu otomatis membubarkan BP Migas.

Di bawah kepemimpinan Mahfud, Mahkamah Konstitusi tercatat mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Permohonan itu diajukan dua pimpinan non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah yang saat itu dinonaktifkan menjadi tersangka penyalahgunaan wewenang dan pemerasan.

Putusan Mahkamah Konstitusi mencabut peraturan pemecatan pimpinan KPK jika berstatus terdakwa perkara pidana. Putusan ini membuat Bibit dan Chandra tetap menjadi pimpinan KPK – hasil putusan juga dinilai menghindarkan kemungkinan pimpinan KPK ke depannya disingkirkan karena rekayasa kasus.

Pada 2014, setelah dia purna tugas sebagai Ketua MK, Mahfud MD mengumumkan kesiapannya mencalonkan diri sebagai RI 1.

Kala itu, Mahfud memang sudah tercatat di antara mereka yang populer untuk maju selain nama-nama seperti Menteri BUMN saat itu Dahlan Iskan, dan Jusuf Kalla. Jokowi-lah yang akhirnya maju sebagai calon presiden – dan kemudian memenangkannya.

Pada 2019, Mahfud juga sempat digadang-gadang maju sebagai cawapres mendampingi Jokowi. Namun Ma’ruf Amin – yang kala itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) – kemudian terpilih untuk bersanding dengan Jokowi.

Dalam Pemilu 2019 silam, Mahfud sempat bergabung dengan kubu Prabowo Subianto, namun kemudian mundur setelah hasil pemilu menyatakan Jokowi menang. Mahfud kemudian ditunjuk sebagai menteri di kabinet Jokowi.

Mahfud akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dalam Kabinet Indonesia Maju, setelah Jokowi resmi terpilih untuk yang kedua kalinya sebagai presiden.

Patut dicatat bahwa Mahfud adalah warga sipil pertama yang menjabat sebagai Menko Polhukam. Biasanya, militer yang memegang jabatan tersebut.

Mahfud baru-baru ini mundur dari kabinet Jokowi untuk memusatkan perhatiannya kepada Pemilu 2024. Sumber

Quote