Ikuti Kami

PDI Perjuangan Tegaskan Calon Tunggal Bukan Racun Demokrasi

Kemunculan calon tunggal pada Pilkada, juga merupakan bagian dari demokrasi.

PDI Perjuangan Tegaskan Calon Tunggal Bukan Racun Demokrasi
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Jakarta, Gesuri.id – PDI Perjuangan menegaskan fenomena calon tunggal dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak bukan racun bagi demokrasi.

Karena fenomena ramai-ramai partai politik (parpol) memberikan dukungan kepada calon yang kuat, yang kemudian memunculkan calon tunggal pada Pilkada, juga merupakan bagian dari demokrasi.

Baca: Bobby Soroti Kota Medan yang Rawan Banjir

"Ketika partai lain melihat ada sebuah proses yang berjalan, sektoral yang cukup baik, kemudian tidak mau bersaing memunculkan kadernya, kemudian memberikan dukungan kepada partai yang kuat, ini juga bagian dari demokrasi. Jadi calon tunggal bukan racun bagi demokrasi," kata Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto seperti yang dikutip dari tayangan CNN Indonesia TV, Kamis (10/9).

Sejarah kemunculan calon tunggal, lanjutnya, berawal pada Pilkada 2015 saat Surabaya hanya memiliki pasangan calon Tri Rismaharini-Whisnu Bakti Buana. 

Saat itu, pasangan ini terancam tidak bisa maju karena tidak ada penantang. Fenomena yang sama saat itu terjadi juga di Blitar, Jatim.

"Kemudian diproses melalui MK (Mahkamah Konstitusi). MK mengambil keputusan ketika ada calon tunggal, maka kemudian dibuka kotak kosong. Ini ada kontestasi, membuka sebuah ruang demokrasi," jelas Hasto.

Baca: PDI Perjuangan Diserang Kampanye Hitam, Idham: Sudah Biasa

Di sisi lain, Hasto juga menyebut syarat ambang batas pencalonan kepala daerah 20 persen dari kursi DPRD, bukan merupakan pembatasan hak demokrasi.

"Itu jaminan efektivitas pemerintahan. Anda bisa bayangkan kalau seorang kepala daerah hanya punya satu kursi [pendukung di DPRD]. Dia harus mengelola sekian parpol. Bagaimana nanti konsolidasinya?" tandas Hasto.

Quote