Ikuti Kami

Kisah Seputar Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928

Kongres Pemuda II yang digelar dua hari di Batavia pada 27–28 Oktober 1928 menjadi tonggak sejarah

Kisah Seputar Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928
Podium Kongres Pemuda II di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta Pusat. Kumpulan kutipan pahlawan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda 2023 - Foto: Museum Sumpah Pemuda difoto oleh Kompas.com/ Suci Wulandari Putri

Jakarta, Gesuri.id - BANYAK di antara kita mungkin belum benar-benar memahami kisah di balik peristiwa Soempah Pemoeda — tonggak sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Sebab, sebelum 28 Oktober 1928, istilah “Indonesia” sendiri belum dikenal luas. Wilayah dari Sabang hingga Merauke kala itu lebih sering disebut “Nusantara”, yang terdiri dari beragam suku, ras, dan bahasa.

Barulah setelah Kongres Pemuda II, penyebutan “Indonesia” menjadi identitas bersama yang autentik — menandai lahirnya satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.

Awal Mula: Dari Kongres Pemuda I hingga Persiapan Kongres II

Upaya untuk mempersatukan para pemuda sebenarnya telah dimulai dua tahun sebelumnya, lewat Kongres Pemuda I tahun 1926. Namun, hasilnya masih berupa gagasan awal. Pada 20 Februari 1927, para pemuda kembali bertemu, meski belum mencapai kesepakatan final.

Barulah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) memelopori gagasan Kongres Pemuda II. Persiapan dimulai pada 3 Mei 1928 dan berlanjut pada 12 Agustus 1928, ketika para wakil organisasi pemuda sepakat menggelar kongres besar selama dua hari: 27–28 Oktober 1928.

Susunan panitia pun dibentuk:

Ketua: Soegondo Djojopoespito (PPI)

Wakil Ketua: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)

Sekretaris: Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)

Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)

Pembantu: Djohan Mohammad Tjai, R. Katja Soengkana, Senduk, Johanes Leimena, dan Rochjani Soe’oed.

Tiga Rapat di Tiga Tempat

Kongres Pemuda II digelar dalam tiga kali rapat di lokasi berbeda:

Rapat Pertama – Sabtu, 27 Oktober 1928

Bertempat di gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) dekat Gereja Katedral, kini Lapangan Banteng.
Dalam rapat ini, Muhammad Yamin menjelaskan pentingnya persatuan dan menyebut lima faktor penguatnya: sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat Kedua – Minggu, 28 Oktober 1928 (pagi)

Berlangsung di Oost-Java Bioscoop (kini tak lagi ada, diperkirakan di sekitar Jl. Merdeka Utara).
Pembahasan kali ini menyoroti pentingnya pendidikan kebangsaan. Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro menekankan bahwa pendidikan harus menumbuhkan semangat nasionalisme, seimbang antara sekolah dan rumah, serta mendidik anak secara demokratis.

Rapat Penutupan – Minggu, 28 Oktober 1928 (sore)

Digelar di Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya No. 106, yang kini dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda.

Soenario membahas pentingnya nasionalisme, demokrasi, dan gerakan kepanduan, sementara Ramelan menegaskan bahwa kepanduan harus menjadi bagian dari perjuangan kebangsaan.

Lahirnya Sumpah Pemuda dan Indonesia Raya

Pada penghujung kongres, suasana mencapai puncaknya ketika Wage Rudolf Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya, Indonesia Raya. Lagu itu dimainkan dengan biola tanpa lirik, atas saran panitia, untuk menghindari kecurigaan polisi Belanda yang mengawasi jalannya kongres.

Meski hanya berupa alunan instrumen, lagu itu menggugah semangat peserta kongres.

Tak lama setelahnya, Soegondo Djojopoespito membacakan hasil rumusan kongres yang kelak dikenal sebagai Sumpah Pemuda — ikrar bersama untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.

Gedung Kramat 106: Saksi Lahirnya Persatuan

Gedung di Jalan Kramat Raya No. 106, tempat ikrar itu diucapkan, dulunya adalah rumah pondokan milik Sie Kok Liong, yang menampung para pelajar dan mahasiswa.

Bangunan itu dipugar oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 3 April 1973 dan diresmikan sebagai Gedung Sumpah Pemuda pada 20 Mei 1973. Setahun kemudian, Presiden Soeharto meresmikan kembali gedung tersebut sebagai simbol persatuan bangsa.

Tokoh-Tokoh Penting di Balik Kongres Pemuda II
1. Soegondo Djojopoespito

Lahir di Tuban, 22 Februari 1905. Sejak muda, Soegondo sudah bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan seperti Ir. Soekarno dan HOS Tjokroaminoto. Ia menjadi Ketua Panitia Kongres Pemuda II dan berperan penting menyatukan berbagai organisasi pemuda dalam wadah nasional. Atas jasanya, ia dianugerahi Bintang Jasa Utama (1978) dan Satyalencana Perintis Kemerdekaan (1992). Namanya kini diabadikan di Wisma Soegondo Djojopoespito, Cibubur.

2. Mohammad Yamin

Lahir di Talawi, Sawahlunto, 24 Agustus 1903.
Yamin dikenal sebagai penyair dan perumus konsep Sumpah Pemuda. Dalam kongres, dialah yang menulis rumusan tiga butir ikrar:
“Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.”
Ia wafat di Jakarta pada 17 Oktober 1962.

3. Wage Rudolf Soepratman

Lahir di Somongari, Purworejo, 9 Maret 1903.
Pencipta lagu Indonesia Raya ini memainkan karya besarnya untuk pertama kali di Kongres Pemuda II.
Ia wafat di Surabaya pada 17 Agustus 1938 — tepat pada tanggal yang kelak menjadi Hari Kemerdekaan Indonesia.

4. Soenario Sastrowardoyo

Lahir di Madiun, 28 Agustus 1902.
Tokoh pergerakan nasional dan mantan pengurus Perhimpunan Indonesia di Belanda ini menjadi penasihat Kongres Pemuda II.

Pidatonya bertajuk “Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia” menjadi inspirasi bagi peserta.
Ia wafat di Jakarta, 18 Mei 1997, dalam usia 94 tahun.

5. Sie Kong Liong

Pemilik rumah di Jalan Kramat Raya 106 yang digunakan sebagai tempat Kongres Pemuda II.
Meski tak banyak dikenal publik, jasanya abadi dalam sejarah bangsa — karena tanpa tempat itu, mungkin Kongres Pemuda tak akan berlangsung dengan aman.

6. Dr. Johannes Leimena

Lahir di Ambon, 6 Maret 1905.
Aktif di Jong Ambon dan turut mempersiapkan Kongres Pemuda II. Setelah kemerdekaan, ia dikenal sebagai tokoh nasional yang setia, menjabat menteri selama 21 tahun di 18 kabinet.
Wafat di Jakarta pada 29 Maret 1977.

7. Sarmidi Mangunsarkoro

Lahir 23 Mei 1904.
Pembicara dalam Kongres Pemuda II yang menekankan pentingnya pendidikan kebangsaan.
Ia kemudian menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1949–1950).
Wafat 8 Juni 1957.

8. Amir Sjarifuddin Harahap

Lahir di Medan, 27 April 1907.
Bendahara Kongres Pemuda II dan kelak menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia.
Ia dikenal sebagai intelektual cerdas dan idealis, namun hidupnya berakhir tragis — dieksekusi pada 19 Desember 1948 di Surakarta.

9. Tokoh Lain

Tokoh-tokoh seperti Kasman Singodimedjo, Mohammad Roem, Adnan Kapau Gani, dan puluhan pemuda lain turut hadir dan menorehkan jejak penting dalam sejarah persatuan bangsa.

Penutup

Kongres Pemuda II yang digelar dua hari di Batavia pada 27–28 Oktober 1928 menjadi tonggak sejarah yang menegaskan cita-cita luhur: Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia.

Tiga ikrar yang diucapkan kala itu tak hanya menjadi keputusan kongres, tetapi menjadi janji suci generasi muda kepada tanah airnya — janji yang terus hidup hingga hari ini.

Salam Soempah Pemoeda! Merdeka!


Catatan Kaki:

[1] Bdk. Buku: Bernadus Barat Daya dan Silvester Detianus Gea “Mengenal Tokoh Katolik Indonesia: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional hingga Pejabat Negara”, Yakomindo, 2017.

*Tulisan ini merupakan rangkaian kegiatan Merah Muda Fest 2025 untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda 2025 yang akan diselenggarakan Selasa 28 Oktober 2025 di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan Jakarta dan Sabtu 1 November 2025 di GOR Among Rogo Yogyakarta.

Quote