Ikuti Kami

Megawati Peringatkan Dunia: “Penjajahan Kini Hadir Lewat Algoritma dan Data”

Di Blitar, Megawati Serukan Regulasi Global Hadapi Neokolonialisme Digital dan Kekuatan AI.

Megawati Peringatkan Dunia: “Penjajahan Kini Hadir Lewat Algoritma dan Data”
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menjadi pembicara kunci di seminar internasional 70 Tahun Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Blitar - Foto: Dokumen PDI Perjuangan

Blitar, Gesuri.id - Dalam pidato kuncinya di seminar internasional 70 Tahun Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Blitar, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus Presiden Kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, melontarkan peringatan keras kepada dunia: kolonialisme belum berakhir, hanya berganti wajah.

“Jika dulu penjajahan hadir dengan meriam dan kapal perang, maka kini ia datang melalui algoritma dan data,” ujar Megawati di hadapan para akademisi dari 32 negara di Museum Bung Karno, Blitar, Sabtu (1/11/2025).

Ia menegaskan bahwa Artificial Intelligence (AI), big data, dan sistem keuangan digital lintas batas kini telah melahirkan bentuk baru dari imperialisme global. Negara-negara maju menjadi pemilik dan pengendali data, sedangkan negara berkembang hanya menjadi pengguna algoritma yang tidak mereka kuasai

“Negara-negara maju menjadi pemilik data, sementara negara-negara berkembang menjadi sekadar konsumen algoritma. Manusia direduksi menjadi angka, data menjadi komoditas,” tegas Megawati.

Untuk diketahui, gagasan Megawati ini bukan sekadar retorika. Sejumlah riset internasional menunjukkan 70% data dunia kini dikendalikan oleh segelintir raksasa teknologi global—seperti Google, Amazon, Meta, dan Microsoft—yang sebagian besar berbasis di Amerika Serikat dan Eropa. Itu berdasar laporan: UNCTAD Digital Economy Report 2024.

Sementara itu, negara berkembang seperti Indonesia menjadi pasar sekaligus pemasok data tanpa kedaulatan penuh atas infrastrukturnya. Laporan media menemukan sebagian besar layanan cloud dan basis data pemerintah masih bergantung pada penyedia asing, menimbulkan risiko kebocoran dan ketergantungan strategis.

Megawati menyebut tantangan digital ini bukan semata persoalan ekonomi, tetapi persoalan kemanusiaan dan kedaulatan bangsa. Ia menilai, tanpa pengendalian terhadap teknologi dan data, kemerdekaan sejati sulit tercapai.

“Dunia membutuhkan a new global ethics—aturan moral global baru—untuk menata kembali kekuasaan dalam ranah teknologi, ekonomi, dan informasi,” seru Megawati.

Megawati menyebut tantangan digital ini bukan semata persoalan ekonomi, tetapi persoalan kemanusiaan dan kedaulatan bangsa. Ia menilai, tanpa pengendalian terhadap teknologi dan data, kemerdekaan sejati sulit tercapai.

“Kita membutuhkan keberanian moral seperti yang pernah ditunjukkan Bung Karno. Dunia kini memerlukan regulasi baru agar teknologi tidak menjadi alat penindasan bentuk baru,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila dapat menjadi pedoman etik dunia digital. Pancasila, menurutnya, adalah falsafah universal yang menyeimbangkan antara dunia material dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial, antara kedaulatan nasional dan solidaritas antarbangsa.

Megawati menegaskan bahwa kemajuan teknologi harus dibingkai dalam etika kemanusiaan. Ia mengingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila dapat menjadi pedoman etik global “Dunia yang tidak diatur oleh algoritma tanpa hati nurani, tetapi oleh nilai-nilai Pancasila yang memuliakan kehidupan,” ujarnya.  

Indonesia kini termasuk lima besar pengguna internet terbesar di dunia dengan lebih dari 180 juta pengguna aktif. Namun, menurut Kementerian Kominfo, sekitar 90% lalu lintas data nasional masih melewati server asing, membuat isu data sovereignty menjadi penting dalam kebijakan digital nasional.

Riset Universitas Indonesia (2025) bahkan menyoroti bahwa 72% lembaga publik belum memiliki tata kelola data yang memadai, dan masih bergantung pada vendor luar negerii.

Megawati pun menyoroti hal itu. Baginya, kemajuan teknologi harus dibingkai dalam etika kemanusiaan. Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban.

Megawati menautkan perjuangan dekolonisasi tahun 1955 dengan perjuangan menghadapi neokolonialisme digital abad ke-21.

“Dari Blitar ini, dari pusara Bung Karno, saya menyerukan kepada dunia: mari kita bangun dunia baru! Dunia yang tidak diatur oleh algoritma tanpa hati nurani,” ujarnya.

Quote