Ciputat, Gesuri.id – Direktur Lingkar Madani (LIMA) yang juga aktivis 98, Ray Rangkuti, menegaskan bahwa pahlawan sejati adalah mereka yang memperjuangkan kebebasan rakyat, bukan yang menindasnya.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi publik “Tolak Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto” yang digelar Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), Sabtu (8/11).
Ray mengatakan, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto menunjukkan kegagalan moral bangsa dalam memahami makna kepahlawanan. “Soeharto mungkin berhasil membangun jalan dan gedung, tapi dia juga membangun ketakutan,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa selama 32 tahun kekuasaan Soeharto, rakyat kehilangan hak untuk bersuara dan hidup di bawah bayang-bayang militerisme. “Tidak ada oposisi, semua dikontrol dari pusat. Bahkan kepala daerah pun harus seizin penguasa,” ucap Ray.
Menurutnya, rezim seperti itu tidak pantas dikenang dengan gelar kehormatan. “Soeharto menghapus oposisi, membungkam media, dan mengatur demokrasi seolah hanya formalitas,” lanjutnya.
Ray mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan tidak mudah dibuai narasi nostalgia Orde Baru. “Kalau stabilitas dan pembangunan dijadikan alasan, maka kita sedang menukar kebebasan dengan ketakutan,” katanya.
Ia juga menyinggung praktik korupsi yang merajalela di masa itu. “Kekuasaan yang absolut melahirkan penyimpangan absolut. KKN bukan hanya istilah, tapi budaya politik yang diwariskan Orde Baru,” jelasnya.
Ray mengingatkan bahwa bangsa ini seharusnya belajar dari masa lalu, bukan memujanya. “Kalau kita menghormati Soeharto sebagai pahlawan, maka kita menutup mata terhadap korban penculikan, pembredelan, dan pelanggaran HAM,” katanya.
“Pahlawan sejati adalah mereka yang mengangkat harkat manusia, bukan yang menundukkan bangsa dengan ketakutan,” pungkas Ray.

















































































