Ikuti Kami

Yuniyanti Chuzaifah: Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan, Rezimnya Represif dan Antikemanusiaan

Menurutnya, 32 tahun kekuasaan Orde Baru justru menjadi catatan paling kelam dalam sejarah demokrasi dan kemanusiaan Indonesia.

Yuniyanti Chuzaifah: Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan, Rezimnya Represif dan Antikemanusiaan
Pembela HAM yang juga Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014 Yuniyanti Chuzaifah bersama Aktivis 98 Ray Rangkuti dan Formaci - Foto: Nurdin/Gesuri.id

Ciputat, Gesuri.id – Pembela hak asasi manusia (HAM) dan mantan Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menegaskan bahwa Presiden Soeharto tidak pantas dianugerahi gelar pahlawan nasional. Menurutnya, 32 tahun kekuasaan Orde Baru justru menjadi catatan paling kelam dalam sejarah demokrasi dan kemanusiaan Indonesia.

“Pemerintahan Soeharto dibangun di atas ketakutan rakyatnya sendiri. Ia membungkam kebebasan bersuara dan membatasi rakyat untuk berorganisasi,” ujar Yuniyanti dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Tolak Soeharto Jadi Pahlawan’ yang digelar Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) di Tangerang Selatan, Sabtu (8/11).

Yuniyanti menggambarkan bagaimana aktivis dan intelektual kritis pada masa itu harus hidup dalam ancaman penangkapan. Ia mencontohkan kasus buruh Marsinah, perempuan pekerja pabrik yang dibunuh karena menuntut hak-haknya. 

“Marsinah menjadi simbol bagaimana kekuasaan saat itu tidak segan membungkam rakyat dengan kekerasan,” katanya.

Menurutnya, tindakan represif itu bukan insiden terisolasi, tetapi sistematis dan dilembagakan. Negara menggunakan aparat militer untuk mengontrol gerak warga sipil. “Kebebasan akademik, kebebasan pers, bahkan kebebasan berpikir dikekang dengan alasan stabilitas nasional,” ungkapnya.

Ia menambahkan, kondisi itu membuat masyarakat kehilangan daya kritis dan keberanian moral. “Selama Orde Baru, rakyat tidak diajarkan untuk berpikir, tapi untuk tunduk. Dan itu warisan buruk yang masih terasa sampai hari ini,” ujar Yuniyanti.

Dalam pandangannya, rezim Soeharto juga melanggengkan ketimpangan sosial-ekonomi yang besar. “Pembangunan hanya dinikmati segelintir elite. Korupsi dan kolusi menjadi norma, bukan penyimpangan,” tambahnya.

Yuniyanti menyebut, bangsa yang sehat seharusnya belajar dari luka sejarah, bukan menyanjung pelakunya. “Kita harus berpihak pada korban, bukan pada kekuasaan yang menindas. Memberi gelar pahlawan pada Soeharto berarti menampar wajah para penyintas,” ujarnya tegas.

“Pahlawan sejati adalah mereka yang berjuang untuk manusia lain, bukan mereka yang menjadikan rakyatnya takut dan bisu,” pungkas Yuniyanti.

Quote