Ikuti Kami

Kerjasama PDI Perjuangan-PPP di Pilpres 2024, Bukan Sekedar Romantisme Politik

Oleh : Ketua DPC TMP Kota Surabaya Aryo Seno Bagaskoro

Kerjasama PDI Perjuangan-PPP di Pilpres 2024, Bukan Sekedar Romantisme Politik
Bakal calon presiden (capres) PDI Perjuangan Ganjar Pranowo.

Surabaya, Gesuri.id - Ada yang menarik dari pertemuan PDI Perjuangan dan PPP di Kantor DPP PDI Perjuangan Jalan Diponegoro 58. Para pengurus pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) datang dengan berjalan kaki.

Secara lokasi kantor mereka memang bertetangga, hanya dipisahkan tembok. Namun dalam komunikasi politik, simbolisasi itu juga dapat dibaca sebagai kedekatan hati antara PPP dan PDI Perjuangan. Satu situasi yang menjadi prakondisi latar terciptanya pertemuan hari ini.

Dua partai besar ini memang sudah lama memiliki sejarah panjang dalam politik Indonesia. Mereka berdua sama-sama lahir di jaman rezim Orde Baru yang penuh tekanan.

Baik PPP maupun PDI Perjuangan (yang saat itu masih bernama PDI), dibentuk sebagai hasil fusi berbagai kekuatan politik yang dikawinkan secara paksa oleh Orde Baru. Kekuatan Islamis dilebur di PPP, sedangkan kekuatan Nasionalis dan dua partai agama Kristen dan Katolik dijadikan satu dalam PDI.

Dua wadah ini, yang awalnya dimaksudkan untuk mengkanal kekuatan-kekuatan politik non-Golkar dan menjadi proksi Orde Baru, di kemudian hari mampu mengkonsolidasikan kekuatan sendiri.

Di tengah dorongan rakyat yang frustrasi atas tekanan ekonomi, marah pada rezim yang otoriter, dan jenuh pada politik massa mengambang Orde Baru yang kering ideologi, PDI dan PPP tampil sebagai konsolidator.

Berbagai gagasan politik dan ekonomi mengemuka, menyusul elemen-elemen pro-demokrasi seperti LSM dan mahasiswa yang mengaktifkan beragam diskursus di tengah rakyat.

Dua partai ini bergantian menjadi motor politik di daerah-daerah, menentang kekuasaan Orde Baru yang sangat dominan. 

Tokoh-tokohnya menjadi sorotan, salah satunya adalah tokoh sentral PDI Megawati Soekarnoputri yang menjadi magnet massa Nasionalis-Soekarnois dan anak-anak muda.

Berkali-kali upaya Orde Baru memecah PDI dilakukan, salah satunya adalah membajak PDI dari Megawati. Semuanya gagal. Para loyalis bersama rakyat tetap solid mendukung Megawati melalui PDI Pro-Mega yang melegenda. Di sisi lain, PPP juga mendapat simpati melalui berbagai konsolidasi kekuatan yang solid.

Saking moncernya, koalisi Mega-Bintang terbentuk menyongsong Pemilu 1999. PDI Pro-Mega dan PPP makin solid. Menjadi simbol bersatunya kekuatan Nasionalis-Relijius yang terlembaga. 

Satunya elan kekuatan ini tidak terpisah dari DNA masyarakat Indonesia yang Bang-Jo (Abang-Ijo), Abangan dan Santri, meminjam istilah Indonesianis Clifford Geertz.

Kerjasama Bukan Koalisi

Oleh karena itu, pemandangan politik jalan kaki yang dilakukan oleh para elite PPP hari ini ke kantor PDIP tidak berdiri di ruang hampa. Ada alasan ideologis dan historis panjang yang bisa dimaknai darinya.

Alasan ideologis ini rupanya menjadi gagasan yang berusaha diketengahkan oleh PDI Perjuangan dalam pengusungan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. PDIP rupanya tidak ingin alasan praktis-pragmatis menjadi basis ambisi asal menang.

Kehendak ini misalnya, terbaca dalam pemilihan diksi kerjasama partai politik alih-alih menggunakan diksi umum koalisi. Pilihan diksi kerjasama partai politik ini berulang kali disampaikan oleh para pimpinan PDI Perjuangan, jauh sebelum peristiwa hari ini terjadi.

Dalam sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia, konsep koalisi memang sebenarnya tidak ada. Konsep koalisi lebih familiar diterapkan di negara-negara dengan sistem parlementer yang mengijinkan wakil-wakil parpol di DPR untuk mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.

Secara praktek, gagasan koalisi seringkali juga dilakukan semata-mata dalam bingkai orientasi mencapai kekuasaan. Gambarannya, Partai A melakukan koalisi dengan Partai B dan C demi memperbanyak ceruk pemilih, menambah daya logistik, atau setidak-tidaknya guna memenuhi ambang batas pencalonan presiden ( Presidential Threshold).

Jarang kita menemukan kesamaan platform pemikiran, landasan kesejarahan, dan program perjuangan dari konsep koalisi dalam pengusungan kandidat.

Maka inisiatif PDI Perjuangan dalam membawa gagasan kerjasama partai politik sebagai kerangka kerja pemenangan yang berbasis historis-ideologis perlu diapresiasi. Setidaknya, ada angin segar dalam perjuangan politik gagasan yang tidak melandaskan diri dalam logika pragmatis melulu.

Dalam alam demokrasi, kerjasama parpol yang diinisasi oleh PDI Perjuangan bersama dengan PPP, bisa mengajak publik untuk mengidentifikasi dan menangkap identitas partai politik ( Political Identity_ l) yang secara umum sedang memudar di tengah arus besar pragmatisasi politik yang sedang terjadi.

Kemesraan PDI Perjuangan dan PPP yang sedang dijalin tidak semata-mata romantisme politik. Secara jangka panjang, potret kerjasama parpol ini dapat menjadi bentuk pendidikan politik yang bernas sebagaimana amanat UU Parpol.

Sekali lagi, publik dapat mengakui ketajaman politik Megawati Soekarnoputri dalam membumikan pemikiran politiknya dalam bentuk tindakan. Tidak semata-mata mencari kemenangan, tetapi juga menggugah kesadaran.

Menarik untuk ditunggu, dalam bingkai orkestrasi kerjasama politik, kekuatan politik mana lagi yang akan bergabung dalam duet Bang-Jo untuk mengusung Ganjar Pranowo.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga, Eks Juru Bicara Tim Pemenangan Eri-Armuji di Pilkada Surabaya 2020.

Quote