Jakarta, Gesuri.id – Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama mahasiswa dan masyarakat guna menyerap aspirasi terkait persoalan di sektor pertambangan, Rabu (17/9/2025).
Salah satu isu utama yang disuarakan adalah soal tanggung jawab perusahaan tambang terhadap lingkungan dan pelaksanaan jaminan reklamasi yang dinilai masih belum optimal.
Merespons hal tersebut, Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan bahwa keluhan mahasiswa sesuai dengan kondisi di lapangan.
Menurutnya, banyak kegiatan pertambangan rakyat maupun perusahaan yang tidak diikuti dengan kewajiban reklamasi sehingga meninggalkan kerusakan lingkungan di berbagai daerah penghasil tambang.
“Tidak ada jaminan reklamasi di sana. Semua memang bermain. Mulai dari bandarnya, kapalnya, dan seterusnya. Ini yang harus dibereskan,” tegasnya.
Selain menyinggung reklamasi, Adian juga menyoroti persoalan tumpang tindih izin akibat pergeseran batas wilayah antarprovinsi, seperti di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Pergeseran ini menyebabkan izin yang sudah terbit di satu wilayah juga berlaku di wilayah lain sehingga menimbulkan kebingungan hukum, merugikan pelaku usaha, dan berdampak pada masyarakat.
Adian juga mengkritisi ketidaktransparanan kuota izin pemanfaatan kawasan hutan (IPPKH) yang tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat maupun perusahaan tambang.
Akibatnya, meski pelaku usaha sudah mengeluarkan biaya besar untuk mengurus izin, banyak di antaranya terkendala karena kuota ternyata sudah habis.
“Kuota itu tidak pernah dipublis. Yang tahu hanya kementerian. Jadi kasihan para perusahaan tambang ini, mereka sudah urus izin dan bayar kewajiban, tetapi ternyata kuotanya habis,” ungkap legislator Fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Tak hanya itu, Adian menyoroti praktik pertambangan rakyat tanpa izin—dikenal dengan istilah “pelakor” (penambang lahan koridor)—yang semakin memperumit tata kelola pertambangan karena tidak memiliki dasar hukum dan tidak memberikan kontribusi pada program jaminan reklamasi.
Dalam forum tersebut, Adian menekankan pentingnya kehadiran pemimpin daerah yang berani, bersih, dan bebas dari kepentingan bisnis keluarga, khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara yang merupakan salah satu pusat tambang nikel terbesar di Indonesia.
Menurutnya, hanya dengan kepemimpinan yang independen persoalan perizinan, reklamasi, dan tata kelola pertambangan bisa diselesaikan.
Lebih jauh, Adian menegaskan bahwa kesadaran rakyat merupakan benteng pertahanan utama dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.
“Kalau kesadaran rakyat itu kita bangun, mau sejahat apapun pemimpin, dia tidak akan bisa bertahan lama,” pungkasnya.