Ikuti Kami

Ganjar: Permainan Gobak Sodor Cegah Siswa Dari Paham Radikal

"Itu mengakrabkan, berhubungan, terbuka, ada teamwork, leadership. Gobak sodor ada (nilai) leadership".

Ganjar: Permainan Gobak Sodor Cegah Siswa Dari Paham Radikal
Ilustrasi. Permainan Gobak Sodor.

Semarang, Gesuri.id - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai permainan atau dolanan tradisional bisa mencegah siswa sekolah tak berpaham radikal. Siswa akan mampu mengambil nilai keterbukaan satu sama lain, kepemimpinan, kerja sama (teamwork), dan nilai penting lainnya.

Baca: Ketum Partai? Hendrawan: Megawati Yang Tunjuk Langsung

"Paling bagus sebenarnya (mencegah paham radikal) dengan seni dan budaya. Pelajar bisa menari, main ketoprak, wayang, dolanan. Itu mengakrabkan, berhubungan, terbuka, ada teamwork, leadership. Gobak sodor ada (nilai) leadership," kata Ganjar pada sambutannya dalam acara 'Pemasyarakatan dan Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila', dalam rangka puncak peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK Provinsi Jawa Tengah ke-49 tahun, Rabu (14/4).

Pada kegiatan yang bertemakan, Penguatan Keluarga untuk Keluarga Berdaya Dalam Mencegah Radikalisme oleh Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Ganjar menekankan pentingnya siswa aktif pada kegiatan seni dan budaya.

Selain itu pula, Ganjar menekankan, pentingnya rasa kemanusiaan terhadap sesama. Misalnya, membantu siswa lainnya yang tengah membutuhkan. Seperti halnya, ikut membantu saat ada teman yang kesulitan, membantu tetangga yang kesusahan, atau bersikap bijak saat menggunakan media sosial.

Di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau sejenisnya, biasanya bermunculan ujaran yang melenceng. Hendaknya, siswa bisa selektif dan bijak dalam menanggapi. Termasuk juga, bila di medsos terdapat konten yang menyalahkan kebaikan yang selama ini diajarkan orang tua, siswa hendaknya mengabaikan itu semua. "Kalau di medsos ada yang serem, kita beri contoh yang baik," sambungnya.

Paham radikal semacam itu, lanjutnya, biasanya berseliweran di media sosial. Dengan kecenderungan, biasanya dilakukan oleh kelompok tertentu atau sekelompok kecil yang merasa paling benar sendiri. Sedangkan pihak lain adalah salah.

"Ciri radikal itu fanatik, menganggap diri benar, yang lain salah, intoleran, tidak mau menerima perbedaan dan keyakinan orang lain, revolusioner ingin ada perubahan secara drastis. Tidak jarang ada kekerasan, eksklusif atau memisahkan diri," ujarnya.

Dengan latar belakang radikalisme atau terorisme adalah fanatisme dan fundamentalisme agama yang berlebihan, nasionalisme yang berlebihan, separatisme, dan melakukan aksi kelompok teroris secara profesional.

Dalam kesempatan itu, Ganjar sempat menanyakan beberapa hal kepada siswa se-Jawa Tengah yang hadir secara daring, kaitannya dengan penyikapan mereka bila menemukan perbedaan di sekitarnya. Seperti halnya berbeda suku, beda agama, beda golongan, ternyata siswa seluruhnya menjawab sikap toleransi lah yang dikedepankan.

Bahkan, bila ada bendera yang harus dikibarkan, siswa menjawab paling utama bendera merah putih yang harus dikibarkan.

Baca: Putra: Menteri Nadiem Sukses Jalankan Nawacita Jokowi

Ganjar menuturkan upaya menangkal radikalisme di antaranya dengan langkah preventif. Yaitu menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan toleran, waspada terhadap provokasi dan hasutan, berjejaring dalam komunitas positif dan perdamaian, dan menjalankan aktivitas keagamaan dengan toleran.

Upaya menangkal radikalisme juga secara kuratif, yakni memberikan pemahaman tentang bahaya dan dampak radikalisme, memberikan pemahaman tentang ajaran agama yang benar, serta menguatkan nilai-nilai nasionalisme, toleransi dan perdamaian. "Perdamaian, perdamaian, ada lagunya, lho," ucap dia. Dilansir dari okezonecom.

Quote