Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua Dewan Penasihat Bupati Bekasi, Dr. Rieke Diah Pitaloka, menegaskan pentingnya keberpihakan negara terhadap lembaga pendidikan non-komersial seperti pesantren.
Hal itu disampaikan saat dirinya berdiskusi dengan jajaran Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi, dalam upaya mencari solusi kebijakan yang lebih adil bagi dunia pesantren.
“Orang udah jariah, yang mustinya tanggung jawab negara. Ini orang gotong royong jariah, abis jariah masih mau dipajakin juga,” kata Rieke, yang akrab disapa Nyi Iroh alias Cioneng alias Rika Diabitaloka, dalam pertemuan di Kantor Bapenda Kabupaten Bekasi, dikutip pada Rabu (22/10/2025).
Ia menjelaskan, tujuan diskusi tersebut adalah mencari keberpihakan nyata negara terhadap pesantren, termasuk dalam persoalan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang masih membebani lembaga pendidikan non-komersial.
“Hari ini Alhamdulillah kita diskusi untuk mencari solusi bagaimana adanya keberpihakan dari negara untuk pesantren di Indonesia. Ini cara kami memperjuangkan pesantren agar ada kebijakan yang lebih adil, termasuk persoalan pajak bumi dan bangunannya,” ujarnya.
Rieke menegaskan, dasar hukum yang menjadi pijakan perjuangan ini sudah jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Saya ingin tanyakan terkait dengan ketentuan di Pasal 38 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, terkait dengan tidak menjadi objek pajak tersebut adalah yayasan sosial, keagamaan, dan pendidikan. Kami akan coba lakukan hal tersebut supaya ada berkeadilan,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Bapenda Kabupaten Bekasi menyampaikan bahwa langkah menuju keadilan pajak tetap harus dikaji secara mendalam agar sesuai dengan prinsip keadilan dan aturan hukum.
“Kami pun tidak bisa nanti seolah-olah membedakan, karena harus ada asas keadilan itu semua dapat tapi diberikan porsi yang berbeda. Nah ini otomatis perlu kami kaji, perlu kami rumuskan bagaimana aturannya supaya nanti keberpihakannya berkeadilan yang sesuai,” ujar salah satu pejabat Bapenda.
Menanggapi hal tersebut, Rieke menegaskan bahwa pesantren sejak lama berdiri atas dasar subsidi silang dan semangat jariyah masyarakat, bukan kegiatan bisnis.
“Pesantren tuh dari dulunya subsidi silang, pak. Jangan pesantren yang kayak gini kemudian dicekek begitu. Kalau 100% tidak memungut, pertanyaannya apakah pemerintah mau menanggung semuanya? Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi pertanyaannya apakah 100% tidak bisnis? Tidak bisalah, pak, emang guru bapak mau bayar? Listrik bapak mau nanggung?” tegasnya.
Ia menambahkan, keberadaan pesantren besar seperti Al-Fath Jalen di Kabupaten Bekasi justru merupakan hasil gotong royong umat, bukan hasil bisnis.
“Justru kan ditanya ini duitnya dari mana bisa ada pesantren sebesar ini? Apakah karena dia bisnis? Kalau dia bisnis dengan minimarket kecil tadi, dengan SPP hanya 100 ribu per bulan, nggak mungkin ada pesantren sebesar ini. Berarti di situ ada orang-orang udah jariah yang mustinya tanggung jawab negara. Ini orang gotong royong jariah, abis jariah masih mau dipajakin juga,” ujar Rieke.
Ia juga memahami bahwa pemerintah daerah harus berhati-hati agar kebijakan yang diambil tetap sesuai dengan aturan hukum dan pengawasan lembaga seperti BPK.
“Saya mengerti pihak Pemda juga tidak mungkin tidak memenuhi aturan hukum karena akan diaudit oleh BPK. Saya mohon maaf sekali kalau ada yang tidak berkenan, tidak ada maksud apapun, karena saya ingin apa yang kita kerjakan itu betul-betul membawa kemaslahatan. Karena saya yakin sebaik-baiknya jabatan adalah jabatan yang bermanfaat,” tuturnya.
Dalam momentum Hari Santri 2025, Rieke juga mengingatkan bahwa lahirnya “Hari Santri” tidak lepas dari janji politik Presiden Joko Widodo saat kampanye Pilpres 2014.
“Saat itu saya mengajukan 9 piagam perjuangan, kontrak politik yang ditandatangani di atas materai oleh Jokowi pada 5 Juli 2024. Salah satunya adalah Piagam Al-Fataniyah yang saya rumuskan bersama para kiai, termasuk Kiai Matin Sarkowi dari Pesantren Al Fataniyah Banten,” ungkapnya.
Ia menegaskan, semangat perjuangan itu kini ia lanjutkan di Kabupaten Bekasi dengan menggagas kebijakan yang berpihak pada pesantren.
“Dari Bekasi, mari kita mulai langkah kecil menuju perubahan besar, menuju keadilan bagi pesantren dan pendidikan Indonesia. Salam Sopan Indonesia!,” pungkasnya.