Ikuti Kami

Jangan Hilangkan Potensi Posisi Strategis Indonesia

Oleh: Komarudin Watubun, Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan dan Ketua Poksi Komisi II DPR RI

Jangan Hilangkan Potensi Posisi Strategis Indonesia
Komarudin Watubun, Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan dan Ketua Poksi Komisi II DPR RI

DALAM sebuah acara Kaderisasi Nasional PDI Perjuangan di Wisma Kinasih, Depok, (6/5), saya menyampaikan betapa posisi strategis Indonesia idealnya bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi segenap bangsa. 

Saat ini di dunia ada 7 (tujuh) jalur pelayaran internasional yang boleh dilalui dengan hak lintas damai, empat di antaranya ada di Indonesia.

Ketujuh jalur tersebut adalah, Terusan Suez (Mesir), Terusan Panama (Panama), Selat Gibraltar (di antara Spanyol dan Maroko), Selat Malaka (di antara Indonesia dan Semenanjung Malaysia) Selat Sunda (Indonesia), Selat Makassar-Lombok (Indonesia) dan Selat Ombai-Wetar (Indonesia).

Ini kekuatan yang dahsyat yang tidak dimiliki wilayah lain di dunia.

Merujuk pada konvensi hukum laut PBB, jika dirinci secara lebih detail, luas wilayah laut Indonesia sebesar 5,8 juta km persegi, dengan komposisi laut territorial seluas 0.8 juta km persegi, Laut Nusantara 2.3 juta km persegi, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km persegi.

Dengan fakta ini, menujukkan tidak hanya posisinya yang stategis, namun dengan 75 persen wilayah Indonesia yang terdiri dari laut ini mengandung potensi kandungan gas, minyak bumi, dan bahan tambang lain di dasar laut Indonesia yang sangat besar.

Contohnya wilayah kampung halaman saya, Maluku. Blok Masela yang terletak di Pulau Aru, Provinsi Maluku, memiliki cadangan gas sebesar cadangan itu mencapai sekitar 10,7 TCF (Triliun Cubic Feet). Ini salah satu cadangan gas terbesar di Indonesia.

Selain gas, di perairan ZEE kita saja sudah berpotensi menghasilkan kira-kira 6,7 juta ton ikan per tahun. Dalam acara itu Komar mengutip Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan potensi pendapatan sektor perikanan laut Indonesia jika tanpa illegal fishing mencapai Rp 365 triliun/tahun.

Namun akibat illegal fishing, pendapatan tersebut hanya berkisar Rp 65 triliun/tahun.

Ini tantangan bagi aparat, pemerintah dan kita semua. Komar kepada peserta dengan kekayaan alam yang melimpah sebagai bentuk anugerah Tuhan, diharapkan para kader yang akan menjadi penerus bangsa perlu kreatif, inovatif dan punya terobosan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masa depan bangsa Indonesia.

Jangan lagi hanya bangga dengan kekayaan bangsa, tapi menyerahkan pengelolaannya kepada Asing karena malas belajar dan bekerja. Jika itu yang terjadi, bangsa kita akan selalu dalam keadaan terjajah.

Jangan sampai juga Tuhan murka karena kita tidak menyukuri untuk bangsa kita. Jadilah anak bangsa yang tidak berpangku tangan.

Kekuatan Indonesia terhadap Jumlah pulau yang sangat banyak yang menurut data BPS 2014 terdiri dari 17.504 pulau ini telah ditekankan Presiden Soekarno dengan mendesak Perdana Menteri Djuanda membuat Deklarasi Wawasan Nusantara.

Saat itu, PM Djuanda membuat ‘Deklarasi Djuanda’ pada 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai “Negara Kapulauan’.

Bahkan, jika merujuk pada Pasal 1 ayat 3 UU No. 6 tahun 1996 disebutkan bahwa Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki.

Sebagai negara kepulauan, Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) menjadi ketetapan alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional.

ALKI merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas laut tersebut untuk melakukan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal.

Terdapat tiga ALKI yang sudah disepakati Internasional Maritim Organization (IMO) yang terdiri dari tiga yaitu ALKI I, ALKI II, dan ALKI III. ALKI I meliputi Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan. ALKI II meliputi Selat Lombok, Selat Makasar, dan Laut Sulawesi.

Dan ALKI III terdiri dari ALKI III-A yang meliputi Laut Sawu, Selat Ombai-Wetar, Laut Banda (Sebelah Barat Laut Buru), Laut Seram (Sebelah Timur Pulau Mongole), Laut Maluku dan Samudera Pasifik. ALKI III-B meliputi Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda (Barat Laut Buru), selanjutnya ke ALKI III-A. ALKI III-C meliputi Laut Arafuru, Laut Banda (Barat Pulau Buru) selanjutnya terus ke ALKI III-A.

Dari tinjauan sejarah, pentingnya posisi Indonesia, khususnya wilayah ALKI III pernah digunakan oleh Jenderal Douglas MacArthur untuk merebut kembali Filipina.

Dalam sejumlah referensi dinyatakan akan meninggalkan benteng pertahanan terakhir Amerika Serikat di Bataan, Filipina menuju Australia pada 11 Maret 1942 karena terdesak oleh Jepang, Jenderal MacArthur mengatakan "I come through and I shall return” atau dikenal dengan istilah I shal return (saya akan kembali). Untuk merebut kembali Filipina Jenderal McArthur memulainya dengan merebut Pulau Morotai di Maluku Utara dari Jepang pada Juli 1944.

Dari sanalah dengan strategi “loncat katak” (menguasai pulau-pulau strategis) MacArthur berhasil menguasai kembali Filipina bahkan kemudian menaklukkan Jepang. 

Quote