Ikuti Kami

Abidin Tekankan Urgensi Revisi UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk Optimalisasi Manfaat bagi Jemaah

Hal ini untuk memastikan pengelolaan dana haji yang lebih transparan, adil, dan sesuai dengan dinamika terkini.

Abidin Tekankan Urgensi Revisi UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk Optimalisasi Manfaat bagi Jemaah
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri menegaskan bahwa revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan pengelolaan dana haji yang lebih transparan, adil, dan sesuai dengan dinamika terkini.

Pernyataan ini disampaikan Abidin Fikri dalam konteks pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU tersebut di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Menurut Abidin Fikri, penyusunan RUU ini telah melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Haji, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), penyedia layanan perjalanan ibadah haji, serta pakar dan akademisi.

Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik

Hasilnya, RUU ini mengusulkan perubahan pada 33 pasal, penambahan 6 pasal baru, dan pencabutan 27 pasal, dengan fokus pada 8 isu krusial, di antaranya norma baru mengenai setoran angsuran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) untuk meningkatkan dana kelolaan BPKH.

Abidin Fikri menjelaskan bahwa terdapat tiga urgensi utama yang mendasari revisi ini. Pertama, optimalisasi tugas dan kewenangan BPKH yang selama ini belum berjalan secara maksimal, khususnya dalam mengoptimalkan nilai manfaat bagi jemaah.

“Termasuk mekanisme distribusi nilai manfaat bagi para jemaah yang dianggap tidak memenuhi unsur keadilan dan proporsionalitas,” ujar Abidin Fikri dalam Rapat Pleno Pengharmonisasian tentang Konsepsi Pengelolaan Keuangan Haji di ruang rapat Baleg DPR, Rabu (6/11/2025).

Kedua, sinkronisasi dengan UU No. 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Penyesuaian ini diperlukan untuk menyelaraskan regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih atau ketidakharmonisan dalam pengelolaan keuangan haji.

Ketiga, penyesuaian dengan dinamika dan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan ibadah haji di Kerajaan Arab Saudi, terutama terkait pembiayaan. “Revisi ini bertujuan untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan tersebut, sehingga pengelolaan dana haji yang bersumber dari masyarakat dapat lebih efektif dan bermanfaat bagi jemaah,” tambah Abidin Fikri.

Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif

Lebih lanjut, Abidin Fikri menekankan bahwa revisi UU ini harus memperkuat transparansi dan akuntabilitas dana haji, mengingat dana tersebut merupakan amanah dari umat yang mendaftar ibadah haji. Ia juga menyambut baik respons Kementerian Agama terkait nasib BPKH pasca-revisi, yang menjamin kelanjutan peran lembaga tersebut dalam pengelolaan keuangan haji.

Komisi VIII DPR RI berkomitmen untuk mempercepat pembahasan RUU ini agar dapat segera disahkan, demi kesejahteraan jemaah haji Indonesia. Abidin Fikri mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung proses legislasi ini guna mewujudkan pengelolaan keuangan haji yang lebih baik.

Quote